Pesan penting buat presiden Prabowo Subianto
Lepaskan Pak Guru Mansyur, Pak Presiden: Beliau Tidak Bersalah
Di tengah upaya bangsa ini memperbaiki kualitas pendidikan, kita kembali dikejutkan oleh sebuah peristiwa yang menyayat hati: seorang guru kembali berhadapan dengan hukum karena tuduhan yang belum tentu benar. Nama itu adalah Pak Guru Mansyur—seorang pendidik yang mengabdikan hidupnya untuk mencerdaskan anak bangsa, namun kini harus menanggung beban yang tidak layak ia pikul.
Kisah ini bukan sekadar tentang seorang guru yang dituduh. Ini adalah kisah tentang ketidakadilan yang sering menimpa profesi yang seharusnya paling dihormati. Maka suara publik harus lantang: Pak Presiden, lepaskan Pak Guru Mansyur. Beliau tidak bersalah.
---
Pengabdian yang Tak Layak Dibalas dengan Tuduhan
Mereka yang mengenal Pak Guru Mansyur tahu benar betapa besar dedikasinya. Ia adalah guru yang sabar, penyayang, dan penuh ketulusan. Ia kerap datang lebih awal, pulang lebih larut, hanya untuk memastikan murid-muridnya tidak ketinggalan pelajaran. Banyak murid tumbuh menjadi orang sukses berkat bimbingannya. Ia bukan sekadar mengajar, tetapi mendidik sepenuh hati.
Namun kini, sosok yang seharusnya dihormati justru ditempatkan pada posisi yang menyedihkan: diperlakukan seolah-olah pelaku kejahatan. Tuduhan yang dialamatkan padanya tidak berdasar pada bukti kuat, melainkan pada kesalahpahaman dan emosi sesaat.
Sebagaimana banyak kasus lain, guru kembali menjadi korban kriminalisasi. Padahal dalam dunia pendidikan, situasi tegang atau miskomunikasi bisa saja terjadi, tetapi tidak semua layak dibawa ke ranah hukum. Ketika disiplin dan ketegasan guru dianggap sebagai pelanggaran, maka masa depan pendidikan kita berada dalam ancaman.
---
Kriminalisasi Guru Merusak Fondasi Pendidikan
Fenomena kriminalisasi guru bukanlah hal baru. Sudah banyak guru yang dilaporkan hanya karena menegur, mendisiplinkan, atau membina siswa. Masalah yang seharusnya diselesaikan secara kekeluargaan di lingkungan sekolah justru dilemparkan ke meja polisi. Akibatnya, guru merasa takut bertindak. Mereka menghindari memberikan disiplin karena khawatir salah langkah dan berujung dipenjara.
Jika guru tidak punya perlindungan, siapa yang akan menjaga karakter generasi muda?
Kriminalisasi guru adalah bom waktu bagi pendidikan Indonesia. Guru menjadi pasif, takut mendidik nilai, dan akhirnya hanya mengajar materi tanpa keberanian memberi sikap. Anak-anak pun kehilangan pembinaan moral yang seharusnya mereka dapatkan di sekolah.
Kasus Pak Guru Mansyur adalah salah satu simbol betapa rentannya posisi guru. Ketika seorang pendidik tulus seperti beliau dapat dijadikan tersangka, maka siapa saja bisa mengalami nasib yang sama.
---
Komentar Omjay: “Jangan Biarkan Guru Diperlakukan Tidak Adil”
Dalam situasi ini, banyak tokoh pendidikan ikut bersuara. Salah satunya Omjay (Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd), tokoh guru TIK sekaligus Ketua Komunitas Guru TIK Indonesia (KOGTIK), yang sejak lama memperjuangkan harkat dan martabat guru.
Omjay menyampaikan dengan tegas:
> “Guru tidak boleh diperlakukan seperti kriminal hanya karena menjalankan tugas. Kita harus berhenti menghukum guru sebelum mengetahui fakta yang sebenarnya. Pak Mansyur adalah contoh bagaimana guru menjadi korban kesalahpahaman. Saya berharap Presiden turun tangan dan memastikan keadilan ditegakkan.”
Lebih lanjut, Omjay menambahkan bahwa guru selama ini bekerja dengan hati, bukan hanya dengan tangan dan kepala. Ia menegaskan:
> “Kalau guru terus dibiarkan sendirian menghadapi masalah hukum, ke depan tidak ada lagi yang berani mendidik dengan tegas. Ini bahaya bagi masa depan bangsa. Negara harus hadir melindungi guru-gurunya.”
Suara Omjay menjadi pengingat bahwa masalah ini bukan hanya soal seorang guru, tetapi soal masa depan profesi pendidik.
---
Harapan kepada Presiden: Keadilan Harus Dipulihkan
Presiden Republik Indonesia adalah pemimpin tertinggi bangsa ini. Kami tidak meminta intervensi yang melanggar hukum, tetapi meminta kehadiran negara dalam memastikan bahwa proses hukum terhadap guru tidak dilakukan dengan terburu-buru dan tanpa mempertimbangkan konteks pendidikan.
Kita berharap Presiden:
Menugaskan lembaga terkait meninjau ulang kasus Pak Guru Mansyur secara objektif.
Menekankan perlindungan hukum bagi profesi guru sebagai ujung tombak pendidikan.
Mempercepat regulasi yang mengakhiri kriminalisasi guru.
Menghadirkan kebijakan yang lebih manusiawi bagi pendidik.
Setiap keputusan yang melibatkan guru harus melihat satu hal penting: guru bekerja untuk anak-anak kita. Mereka bukan musuh, mereka adalah pembangun peradaban.
---
Solidaritas Guru dan Masyarakat: Pak Mansyur Tidak Sendiri
Kabar tentang kasus ini membuat banyak guru di seluruh Indonesia bersuara. Mereka prihatin, marah, dan merasa kasus ini adalah ancaman bagi diri mereka. Dalam berbagai forum, grup WhatsApp, dan organisasi profesi, guru-guru menyatakan solidaritas untuk Pak Mansyur.
Mereka berkata:
> “Hari ini Pak Mansyur, besok bisa jadi kita.”
Itulah sebabnya masyarakat pendidikan harus bersatu. Tidak boleh ada guru yang diperjuangkan sendirian. Apalagi ketika tuduhan tidak berdasar.
---
Penutup: Kembalikan Pak Guru ke Ruang Kelas
Pada akhirnya, hanya ada satu permintaan: Lepaskan Pak Guru Mansyur. Beliau tidak bersalah.
Ia harus kembali ke tempat yang semestinya—di kelas, mengajar murid-muridnya, bukan terjebak dalam proses hukum yang tidak proporsional. Ia adalah pendidik, bukan penjahat.
Dan kepada Presiden Republik Indonesia, kami titipkan suara para guru:
“Pak Presiden, selamatkan Pak Mansyur. Selamatkan guru-guru Indonesia dari kriminalisasi.”
Karena masa depan pendidikan Indonesia tidak boleh dibangun di atas penderitaan para pendidiknya.
Salqm blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.