Membaca tulisan bagus dari pak Onno W Purbo di kolom opini kompas cetak, Senin, 8 Februari 2010 membuat saya merenung dan merasakan bahwa perkembangan internet begitu dahsyat dan cepat. Namun sayangnya, kedahsyatan dan kecepatan internet itu tidak diimbangi dengan pesatnya pula content-content edukatif yang membawa para peserta didik atau anak sekolahan menjadi senang untuk membaca di dunia maya. Mereka lebih asyik dengan kegiatan-kegiatan chating dan mengetikkan status mereka di facebook. Alhasil mereka hanya menjadi bangsa pemakai teknologi yang menina-bobo-an itu. Kita pun terperanjat melihat besarnya uang untuk membeli pulsa anak-anak kita.
Sebagai pendidik dan sekaligus orang tua saya sedikit miris melihat keadaan ini. Warnet-warnet penuh dengan anak-anak yang bermain internet, tetapi bukan mencari informasi atau menciptakan informasi di blog-blog mereka, melainkan mereka asyik bermain games online. Kalau permainan games itu mengasyikkan, mareka bisa betah berlama-lama di internet dan tanpa terasa mereka berada di warnet itu lebih dari 2 jam. Bila hal itu terus terjadi setiap hari, maka anak-anak kita hanya menjadi bangsa yang senang bermain games saja. Mereka menjadi rabun membaca dan lumpuh menulis, tetapi jago dalam bermain games. Tidak terkecuali anak saya sendiri yang senang bermain games atau facebook daripada menulis di blog pribadinya. Ketika saya tanya kenapa lebih senang bemain games dan facebook, maka jawabnya games dan facebook itu memang mengasyikkan.
Saya tidak menyalahkan mereka asyik bermain games. Sebab games itu memang menarik dan menyenangkan. Saya justru menyalahkan diri saya sendiri sebagai pendidik yang tak mampu membuat content-content edukatif yang menarik. Membuat para peserta didik betah berlama-lama membaca apa yang saya tuliskan, dan membuat mereka senang dengan informasi yang saya sampaikan. Membuat informasi yang saya buat benar-benar bermakna dan bukan hanya menjadi “sampah informasi”.
Dunia pendidikan kita memang masih berjalan lambat dalam mengantisipasi perkembangan internet ini. Masih banyak guru yang belum melek ICT di negeri ini sehingga wajar saja bila content-content edukatif sangat minim di internet. Bahkan kalau mau jujur, anak-anak digital native (penghuni asli dunia digital) itu sudah jauh lebih pandai daripada gurunya yang merupakan digital immigrant (penghuni baru di dunia digital).
Oleh karenanya saya sangat menyambut baik program Depdiknas agar semua sekolah di Indonesia terkoneksi dengan internet. Dengan begitu, akses informasi akan terasakan oleh para pendidik itu dan merekapun bisa saling berkomunikasi dengan para pendidik lainnya. Saling bertukar pengalaman dan pengetahuan. Membuat mereka saling terkoneksi dan berujung kepada terciptanya content-content edukatif yang membuat mereka bisa lebih berinteraksi dengan para peserta didiknya. Belajarpun tidak lagi hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas.
Semoga saja dunia internet yang selalu online segera terisi oleh content-content educatif yang mendidik dan membuat kita menjadi bangsa cyber yang sangat disegani oleh negara-negara lainnya di dunia. Kita pun berdoa dan berusaha agar perkembangan teknologi internet yang begitu dahsyat dan cepat diimbangi pula dengan bertambahnya para pembuat content educatif yang selalu membagi ilmunya di dunia maya.
Salam Blogger Kompasiana
Omjay