Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah

Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com

Rabu, 29 April 2009

Yuk Kita Ngeblog!


Ketika pertama kali mengenal blog omjay beranggapan kalau orang ngeblog itu hanya buang-buang waktu saja. Karena omjay pikir pada saat itu ngeblog tak memiliki manfaat apapun.


Waktu itu, blog omjay anggap hanya sekedar media pengisi waktu luang saja. Tidak pernah terpikirkan oleh omjay kalau blog itu memiliki keajaiban. Keajaiban yang baru omjay ketahui setelah banyak sekali order-order atau pekerjaan-pekerjaan tambahan yang menghasilkan uang, bahkan bertemu dengan orang-orang ”penting” negeri ini.


Omjay jadi teringat kembali pada saat Omjay bertemu dan berkenalan dengan orang-orang yang sangat luar biasa. Orang-orang yang mengajarkan Omjay untuk aktif dalam mengelola blog di internet. Guru pertama Omjay dalam dunia blog adalah Bapak Dedi Dwitagama. Seorang kepala sekolah yang rajin ngeblog. Beliau memiliki blog yang unik, terintegrasi, dan membuat omjay tertarik untuk memiliki blog sendiri. Omjaypun belajar dari beliau untuk membuat sebuah blog gratis di bidang pendidikan. Kalau kamu ingin melihat blognya pak Dedi Dwitagama dapat di lihat di http://dedidwitagama.wordpress.com/.


Guru Omjay yang kedua adalah Mas Budi Putra, mantan wartawan tempo yang mengajari Omjay bagaimana memasukkan video ke dalam blog. Waktu itu Depkominfo melaksanakan pelatihan blogging di JHCC Senayan. Omjay dijelaskan langkah-langkah memasukkan film ke dalam blog. Lalu jadilah blog Omjay dengan berbagai film kegiatan anak-anak SMP Labschool Jakarta yang Omjay rekam melalui handphone dan camera. Mas Budi benar-benar telaten mengajari saya yang masih ”gaptek” di dunia blog. Melalui beliaulah saya menjadi tahu macam-macam Blog. Kalau kamu ingin tahu blog mas Budi bisa dilihat di http://www.budiputra.com/.


Guru saya yang ketiga dalam dunia blog adalah Kang Pepih Nugraha, wartawan Kompas yang mengajak saya untuk rajin menulis di blog kompasiana.com. Kebetulan pada saat pesta blogger 2008 saya berkenalan dengan beliau. Di sanalah beliau cerita tentang bagaimana mengelola blog agar bermanfaat untuk orang banyak. Pengalaman beliau yang pandai dalam tulis menulis membuat saya tertarik dan bergabung dalam menyumbangkan tulisan-tulisan saya. Blog kang pepih dapat dilihat di http://www.pepihnugraha.com/.

Kebingungan Membawa Kemudahan.


Setelah saya memiliki blog, saya bingung mau menuliskan apa? Saya seperti orang bodoh yang menatap lama layar monitor. Begitu mudahnya orang-orang membuat blog. Tapi begitu susahnya orang mengisi blognya dengan tulisan-tulisan yang kreatif. Coba saja kamu lihat begitu banyaknya blog dibuat di internet, namun jarang sekali orang mengupdate blognya. Kalau sudah demikian jadilah blog-blog itu sebagai ”sampah” informasi yang tak pernah terbaca, baik oleh pemiliknya maupun orang lain.


Gambar 1. Blog saya di http://wijayalabs.blogspot.com/


Membuat blog itu mudah. Kamu cukup mempunyai email, memberi nama blog, lalu memilih template yang kita inginkan. Prosesnya hampir sama ketika kamu membuat email baru. Hanya saja, pada saat di blog, kamu diminta untuk memilih template (disain) blog yang kamu inginkan. Cuma itu dan tidak sulit kalau kamu mengikuti langkah-langkahnya dengan benar. Kesulitan yang kamu temui setelah kamu memiliki blog justru pada saat kamu memulai menulis di blog. Di situlah akan muncul kreativitas menulis kamu. Kalau nggak Percaya, Cobalah!


Gambar 2. Blog saya di http://wijayalabs.wordpress.com/


Saya terus mencoba menulis di blog. Menulis apa saja yang bisa saya tulis. Saya benar-benar belajar dan merasakan sulitnya menulis. Namun saya tak patah semangat. Saya banyak belajar dari blog orang lain. Saya baca tulisan mereka. Saya beri komentar setiap kali membaca di blog orang lain. Alhasil, gayung pun bersambut. Banyak blogger yang datang mengunjungi blog saya. Saya menjadi kenal banyak orang dan saya pun dikenal banyak orang.

Terkadang bangga juga, bila ada postingan (tulisan) saya dibaca oleh orang banyak. Indikatornya mudah saja. Wordpress tempat saya membuat blog gratis selalu memberitahu saya jumlah pengunjung dari tulisan teratas di blog saya dengan url http://wijayalabs.wordpress.com/. Dari blog wordpress inilah saya jadi tahu, kalau tulisan saya tentang ”model-model pembelajaran” banyak dibaca dan dilihat oleh orang lain. Dari blog itulah saya dapat mengetahui jumlah pengunjung yang mengunjungi blog saya.

Bukan hanya itu saja, tawaran untuk mengajar dan menjadi pembicara seminar tingkat nasional banyak berdatangan setelah saya memiliki blog sendiri. Surat permohonan untuk mengisi materi pun datang baik melalui email maupun handphone. Sering saya ditelepon oleh orang yang tidak saya kenal dan meminta saya untuk menjadi nara sumber dalam seminar-seminar dan workshop-workshop ICT. Mereka sangat tertarik setelah melihat postingan-postingan saya di blog. Apalagi setelah saya membuat buku PTK (Penelitian Tindakan Kelas) yang berkolaborasi dengan pak Dedi Dwitagama. Tawaran mengajar dan menjadi pembicara PTK semakin banyak saja. Di sinilah saya merasakan keajaiban blog telah membuat saya menjadi dikenal dan terkenal. Serasa selebritis yang dikerubungi oleh para penggemarnya. Hampir sebulan sekali saya berkeliling kota-kota besar yang ada di Indonesia untuk menjadi pembicara PTK atau ICT.


Gambar 3. Blog saya di http://wijayalabs.multiply.com/

Menulis di blog memang ada suka dan dukanya. Ada juga dampak positif dan negatifnya. Dengan menulis di blog, saya merasakan bebasnya saya mengeluarkan ide-ide dalam otak saya ke dalam bentuk tulisan. Sayapun dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman. Rasa ingin berbagi begitu tinggi menghampiri kehidupan saya. Apalagi bila tulisan yang kita buat ternyata bermanfaat untuk orang lain.

Dalam blog, saya merasakan ”GUE” banget dan saya menemukan jadi diri saya yang sesungguhnya. Saya boleh menulis apa saja dengan niat untuk berbagi. Menulis akhirnya menjadikan saya memiliki keterampilan berbahasa. Saya pun semakin termotivasi untuk terus menulis apa-apa yang saya ketahui dan mensharingkannya kepada orang lain dalam dunia maya. Memang tak ada uang yang saya dapatkan, tak ada income yang saya peroleh. Tapi saya menemukan sebuah kesejukan hati manakala tulisan saya bermanfaat untuk orang lain. Apalagi bila orang tersebut memberikan komentar atau tanggapan yang isinya ucapan terima kasih karena terbantu dengan tulisan saya.


Gambar 4. Blog saya di http://wijayalabs.blogdetik.com/

Namun, ada juga dukanya. Bila tiba-tiba akses internet mati. Baik di rumah atau di sekolah. Kedua tempat ini yang biasa saya gunakan untuk akses internet. Saya jarang ke warnet. Saya pergi ke warnet bila memang benar-benar dalam keadaan mendesak atau memang ada hal-hal yang harus saya posting dengan segera. Kalau saya punya uang ingin rasanya berlangganan internet mobile seperti IM2 dari indosat yang saya bisa ngenet kapan saja saya mau. Dukanya ngeblog lainnya adalah saya terkadang dianggap kurang gaul oleh teman-teman kerja karena asyiknya ngeblog. Inilah dampak negatif ngeblog. Saking asyiknya ngeblog kita terlupa bahwa kita juga punya dunia nyata yang membuat kita juga harus ”GAUL”.

Dalam blog, selain niat untuk berbagi kita juga dapat melakukan berbagai promosi. Salah satunya adalah mempromosikan diri kita sendiri tentang kemampuan yang kita miliki. Saya sering baca dari blog orang-orang terkenal bagaimana mereka mempromosikan diri. Salah satu hal yang menarik dari promosi mereka adalah kreatifnya mereka dalam menulis dan mengelola blognya dengn penuh kreativitas. Lihatlah blog raditya dika di http://radityadika.com/ atau bukalah blog Romi Wahono di http://romisatriawahono.net/


Gambar 5. Blog Raditya Dika di http://radityadika.com/

Dari blog-blog merekalah saya banyak belajar. Bagaimana mempromosikan diri sendiri sekaligus belajar ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Sedikit demi sedikit saya benahi blog saya dengan ”pernak-pernik” blog yang saya pelajari langsung dari internet secara mandiri. Tidak ada yang mengajari saya. Semua itu saya peroleh dengan sering mencari informasi tentang pengelolaan blog yang baik. Bahkan Blog telah mengantarkan saya menjadi finalis lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP) tingkat nasional pada tahun 2008 yang bisa anda lihat di http://ditpropen.net/

Saya pun bergabung dengan blog-blog sosial lainnya yang mengantarkan saya untuk rajin menulis setiap hari di blog. Awalnya saya hanya menulis di ureport vivanews.com melalui mbak Nenden (wartawan vivanews.com) kemudian saya bergabung di http://kompasiana.com/ melalui kang pepih (wartawan kompas). Blog yang tergabung dalam http://www.kompas.com/. Melalui blog http://kompasiana.com/ inilah saya serasa mendapatkan pengetahuan yang banyak tentang ilmu pengetahuan dan teknologi.


Selain itu saya punya teman-teman baru, yaitu para blogger kompasiana yang ketika kita kopi darat di dunia nyata serasa telah berteman lama. Padahal kita hanya bertemu lewat komentar-komentar saja di blog kompasiana yang menyatukan kami di dunia maya.


Gambar 6. Tulisan saya di blog http://public.kompasiana.com/2009/04/13/menjaga-sekolah-agar-tetap-unggul-2/

Melihat banyak blog di dunia maya, saya pun jadi tahu pernak-pernik blog, dan saya mulai menghias blog saya di sela-sela waktu senggang saya. Blog saya semakin keren saja setelah saya banyak tahu tentang pernak-pernik blog. Di pernak-pernik blog itu saya diberitahu bagaimana menghias blog saya agar terlihat indah. Di sinilah kreativitas saya muncul dalam membuat disain blog yang beda dari blog-blog yang ada di dunia maya. Pokoknya ”GUE” banget ”ABIS” dech!.

Namun, sebagus-bagusnya blog yang dilengkapi dengan pernak-pernik akan terasa garing bila tidak diisi dengan tulisan-tulisan yang kreatif. Anda harus mampu membuat konten yang kreatif di blog anda. Karena itu menulislah terus di blog anda dan jangan pernah berhenti menulis. Menulis di blog untuk menciptakan informasi. Menulis dari apa yang kita baca, kita lihat, dan kita dengar. Lalu sambil mengajak orang lain untuk ikut menjadi blogger dan beramai-ramai kita katakan, ”YUK KITA NGEBLOG!”

Minggu, 19 April 2009

kebahagiaan itu Sederhana

Berlian yang lucu
Berlian yang lucu

Sepanjang hari ini saya di rumah bersama keluarga tercinta. Senang rasanya hati ini dapat berkumpul dengan keluarga. Istri memasak sup dan tempe goreng kesukaan saya. Nikmat sekali.

Anak-anak pun senang ayahnya ada di rumah. Bahkan anak kedua saya mengatakan langsung pada saya kalau berlian sayang sama ayah. Begitupun anak pertama saya, intan senang banget bila ayahnya di rumah, karena bisa langsung bertanya tentang PR yang belum dimengertinya.

Ternyata letak sebuah kebahagian ada pada kehangatan keluarga. Ada kasih dan sayang yang selalu terjaga. Ada rasa saling melengkapi. Lihatlah wajah lugu anak-anak kita. Wajah yang membutuhkan belaian kasih kedua orang tuanya. Wajah yang tak membutuhkan kekayaan, tapi kebahagiaan.

Intan yang Kritis
Intan yang Kritis

Saya pandangi wajah kedua putri saya. Ada keceriaan dalam wajah itu. Ada kehangatan dan perhatian yang harus diperhatikan oleh ayahnya. Sempat anak saya intan protes ketika saya sering pulang malam. Intan bilang ayah itu guru kok pulangnya malam sick? Sedangkan teman intan ayahnya juga guru, kok pulangnya nggak malam kayak ayah?

Saya sulit menjawab pertanyaan lugu itu. Saya sulit mengatakan bahwa kita butuh biaya untuk keperluan sehari-hari. Paling-paling saya hanya bilang, kalau ayah ada pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan. Tapi, kalau intan perlu ayah, kan sudah ada handphone, intan tinggal telepon ayah. Dia pun mengangguk walaupun hatinya berkata, lebih enak kalau ayah pulang tidak terlalu malam dan bisa bersama keluarga.

Ayah janji akan membahagiakan kalian
Ayah janji akan membahagiakan kalian

Malam ini saya mulai merenung dan instropeksi diri. Saya pergi pagi pulang malam hari untuk membahagiakan keluarga ini. Ternyata bahaga itu bukan terletak pada banyaknya uang yang diperoleh, tetapi banyaknya kasih sayang dan perhatian yang lebih yang diinginkan oleh anak dan istri kita dalam keluarga. Saya cium istri tercinta dan saya peluk kedua putri saya dengan rasa haru dan bangga. Kebahagiaan itu sederhana. Saling menyanyangi dan mengasihi di dalam keluarga. Sudahkah anda melakukannya?

Minggu, 05 April 2009

Belajar PTK di LPMP DKI Jakarta

Sabtu, 4 April 209 saya diminta mengajar materi penelitian tindakan kelas (PTK) di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) DKI Jakarta, di Jl. Nangka No. 60 Tanjung Barat Pasar Minggu. Senang rasanya dapat berbagi dengan para guru yang merupakan perwakilan dari berbagai propinsi di seluruh Indonesia.

Peserta Diklat Fasilitator Guru PKN MA Tingkat Mahir Depag

Peserta Diklat Fasilitator Guru PKN MA Tingkat Mahir Depag

Diklat tersebuat dilaksanakan dari tanggal 29 Maret s.d. 7 April 2009 yang diikuti oleh 35 orang peserta utusan kanwil Propinsi Departemen Agama Seluruh Indonesia. Adanya diklat ini diharapkan dapat meningkatkan SDM khususnya guru-guru PKn agar dapat melaksanakan pembelajarannya dengan baik melalui penelitian tindaan kelas (PTK).

Peserta sedang mendengarkan materi PTK

Peserta sedang mendengarkan materi PTK

Pendidikan dan Latihan fasilitator guru Pendidikan Kewarganegaraan PKn) MA Tingkat mahir ini diselenggarakan atas kerjasama Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen agama.

Peserta sedang mendengarkan materi PTK

Peserta sedang mendengarkan materi PTK

Saya mendapatkan kesempatan untuk memberikan materi penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilanjutkan dengan praktek membuat Proposal PTK dari pukul 10.30 s.d. 17.30 WIB.

Peserta diklat sedang mendengarkan materi PTK

Peserta diklat sedang mendengarkan materi PTK

Alhamdulilah, respon teman-teman guru sangat baik sehingga kegatan ini dapat berjalan sesuai dengan agenda acara.

Presentasi PTK oleh Wijaya Kusumah

Presentasi PTK oleh Wijaya Kusumah

Pada Diklat Fasilitator guru PKn ini, guru-guru dilatih untuk membuat proposal PTK yang baik dan benar sesuai dengan masalah yang akan diteliti.

Foto Bersama Peserta Diklat PKN

Foto Bersama Peserta Diklat PKN

Banyak pertanyaan muncul seputar PTK. Diskusi pun berjalan tak terasa selama7 jam dengn diselingi satu jam istirahat untuk istirahat, sholat, dan makan siang.

Peserta Diklat PKN

Peserta Diklat PKN

Semoga semua peserta yang mengikuti Diklat guru Fasilitator ini dapat melaksanakan Penlitian Tindakan Kelas (PTK) di sekolahnya masing-masing dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan.

Salam Blogger

Omjay

Jumat, 03 April 2009

Menggugat Ujian Nasional (1)

Oleh wijaya kusumah - 3 April 2009

Pagi ini, Jum’at 3 April 2009 saya mengunjungi promotor saya Prof. Dr. Conny R. Semiawan di ruang kerja beliau di FIP UNJ. Kedatangan saya itu untuk menunjukkan kepada beliau tulisan saya yang dimuat di tabloid pendidikan GOCARA. Saya menulis tentang ujian nasional yang tampaknya harus dievaluasi penyelenggaraannya. Bukan karena saya tak setuju adanya UN, namun ada beberapa hal yang tampaknya kurang pas di dalam proses eveluasi yang harus dibenahi demi peningkatan mutu pendidikan kita. Baik kualitas maupun kuantitas lulusannya yang sesuai dengan harapan.

Saya bercerita banyak tentang kondisi sekolah dan saya berikan tulisan siswa yang mempertanyakan kenapa begitu banyak pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa sementara di akhir sekolah hanya 4 pelajaran yang menentukan kelulusan. Lalu beliau (Prof Conny) mengatakan bahwa masih banyak yang harus dievaluasi di dalam ujian nasional. Setelah kami berdialog beberapa lama, kemudian beliau memberikan saya buku yang berjudul “MENGGUGAT UJIAN NASIONAL” memperbaiki kualitas pendidikan yang diterbitkan oleh Education Forum di tahun 2007. Saya pun diberikan album yang berisi guntingan-guntingan koran Kompas yang berhubungan dengan Ujian Nasional. Wah lengkap benar isinya. Saya tersulut untuk membuat tulisan secara berseri, walaupun tak digaji, hahahahha3X.

Saya baca buku itu dan sangat menarik sekali karena ditulis oleh para pakar pendidikan diantaranya Irsyad Ridho (Editor), Anita Lie, Antarina SF Amir, Conny R. Semiawan, Darmaningtyas, Doni Koesoema A, Elian Driana, Fina Afidatussofa, Gatot, H.A.R. Tilaar, Haidar Bagir, Irsyad Ridho, Mas Achmad Santosa, Moh. Abduhzen, Naylulu Izza, S. Hamid Hasan, Seto Mulyadi, Siti Qona’ah, Soedijarto, Suparman, Susi Fotri, Utomo Dananjaya, Winarno Surakhmad, dan Yanti Sriyulianti.

Dalam buku itu dijelaskan bahwa Pendidikan sebagai sebuah proses memang perlu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Namun, perubahan demi perubahan yang tidak dirancang dengan landasan pedagogi, paradigma kebijakan pendidikan, dan yuridis yang sesuai dengan tujuan yang disepakati oleh bangsa ini dalam UUD, pada akhirnya hanya akan menjadikan siswa dan guru sebagai kelinci percobaan semata.

Dalam konteks kontroversi ujian nasional (UN) tampak jelas bagaimana pemerintah telah memosisikan siswa yang tidak lulus UN sebagi korban UN. Sebab, bukan saja secara pedagogis UN dapat menghambat proses berpikir kreatif anak dan menghilangkan hak anak untuk memperoleh penilaian secara holistik, tetapi juga secara yuridis bertentangan dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sitem pendidikan nasional (sisdiknas).

Dalam upaya mendorong keterlibatan masyarakat bagi perubahan kebijakan UN pada khususnya dan perbaikan pendidikan pada umumnya, buku menggugat UN mencoba menyajikan solusi bernas dan multiperspektif dari pelbagai pemikiran para ahli, pengamat, dan aktivitas pendidikan tentang persoalan UN.

Dalam album yang diberikan oleh Prof Conny, saya membaca judul-judul artikel UJian Nasional, niat baik di jalur yang keliru, pemerintah tinjau ulang Ujian Nasional, Mendidik bukan mnyeragamkan, pemerintah harus konsisten tinjau ulang ujian nasional, dan pernyataan Wakil Presiden pak Jusuf Kalla “Kita Perlu Evaluasi penyelenggaraan UN setiap tahun. Tidak ada yang sempurna 100%”. Dari judul-judul itu saya ingin berbagi pengetahuan kepada teman-teman di kompasiana untuk dapat mengupas tuntas ujian nasional.

Semoga saya sehat dan dapat terus berbagi di blog sehat yang kita cintai ini. Kalau ada yang ingin menambahkan, saya persilahkan memberikan komentar. (Bersambung)

Kamis, 02 April 2009

Menulis: Reflektifnya Pembelajaran

Oleh FX Aris Wahyu Prasetyo - 2 April 2009

Malam yang sunyi senyap menyelimuti kesendirian sang guru yang tampak sedang termenung di kursi dekat jendela kamarnya. Matanya memandang gemerlip bintang-bintang di langit dengan sebuah senyum kecil yang mengembang. Pikirannya pun mulai menembus batas ruang dan waktu mengurai kembali masa-masa hidupnya yang telah lewat. Masa kecil di sebuah desa yang begitu subur, makmur, dan asri di seberang pulau sana. Ada sendau-gurau bersama teman, saudara, dan keluarga dalam kepolosan dan kasih orang-orang di dekatnya yang menghiasi masa-masa itu.

Pikiran sang guru pun perlahan-lahan mulai menapaki masa-masa remaja. Kenangan akan perjuangan cinta dan cita menghiasi langkah-langkah pikiran malam itu. Tak terasa senyum yang mengembang itu diiringi tetes air mata membasahi pipinya. Air mata itu terus mengalir hingga merasuk ke dalam relung-relung hatinya. Suka dan duka hidup itu telah membuka jalan baginya untuk sampai pada hari itu, saat sang guru masih termenung di kamarnya.

Tak terasa sang guru pun meraih sebuah buku tua dan kusut. Perlahan-lahan dibukanya buku itu dan tertulis di halaman pertama “28 September 1992, Happy Birthday…” Buku itu adalah hadiah ulang tahun dari seseorang untuk sang guru. Waktu itu sang guru sedang duduk di kelas 2 SMP. Buku itulah yang menjadi kenangan hingga hari ini. Buku itulah awal dari sebuah sejarah hidup yang terus tercatat.

Halaman demi halaman dibuka oleh sang guru. Kadang-kadang sang guru tersenyum ketika membaca untaian kata-kata di buku harian itu. Namun kadangkala juga tampak sedih dan terasa pilu. Berbagai ekspresi mengalir seiring dengan gerak tangan membalik halaman per halaman buku harian itu. Malam makin larut, sang guru pun membawa semuanya itu dalam tidurnya yang nyenyak hingga pagi.

Inspirasi Tulisan

Beberapa buku harian yang menumpuk di rak pojok kamar sang guru menjadi catatan sejarah tersindiri akan hidup sang guru. Bab demi bab kehidupan sang guru menjadi jilid tersendiri dalam hidupnya. Keceriaan dan semangat itu coba ditularkan pada anak-anak didiknya.

Sebuah kesadaran telah tumbuh dari tulisan-tulisan. Kita bisa mengenang dan belajar akan jalan hidup kita. Kita bisa memaknai hidup kita, baik suka maupun duka. Yang pada akhirnya membawa manusia pada sebuah tahap kesadaran akan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hidup ini adalah anugerah dan hidup ini mesti dimaknai.

Sang guru telah belajar tentang hidup dan akan terus belajar tanpa henti. Tulisan yang selalu dia goreskan dalam buku hariannya telah membawa dia pada kesadaran untuk membagikan makna hidup ini pada orang lain, khususnya pada anak didik. Dengan senyum dan semangatnya, sang guru selalu mengajak anak-anak untuk menulis dan menjadikannya sebuah kebiasaan.

Menulis sebagai Pembelajaran

Setiap kali pelajaran bersama sang guru, anak-anak selalu diminta untuk menuliskan refleksi mereka atas apa yang sudah mereka pelajari sepanjang setengah sampai satu halaman. Tampaknya sang guru tidak ingin apa yang sudah dipelajari dan dilakukan anak-anak hanya menjadi sebuah urutan waktu belaka yang akan hilang begitu saja ditelan kesibukan hidup. Dua pertanyaan selalu dilontarkan oleh sang guru untuk membantu tulisan refleksi anak-anak. Apa yang sudah kamu lakukan selama proses pembelajaran? Dan, nilai-nilai hidup apa yang kamu dapat dari proses itu semua?

Dengan menulis refleksi itu, anak-anak seperti dibawa ke alam keheningan untuk menggapai “mutiara” hidup yang sebenarnya begitu banyak dan melimpah. Anak-anak pun dihantar pada sebuah pembelajaran yang nyaman dan rileks sehingga jauh dari kekhawatiran dan kefrustasian. Ini bukan tes sehingga tidak ada yang benar dan yang salah.

Tulisan itu pun menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi sang guru tatkala membacanya. Refleksi-refleksi mereka ada yang begitu dalam, ada juga yang masih sangat dangkal. Tetapi sang guru dengan sabar, memberi feedback di tulisan itu untuk menyemangati anak-anak berefleksi lebih dalam. Bukankah ini yang menjadi nafas sebuah pendidikan, bahwa pendidikan bukan menghakimi tetapi justru memberi semangat bagi anak-anak didik untuk selalu belajar dan memaknai hidup.

Tulisan-tulisan yang sudah dibaca dan diberi komentar oleh sang guru dikembalikan ke anak-anak. Tulisan itu akan menjadi harta sendiri bagi mereka sebagai catatan hidup mereka. Suatu saat ketika mereka membacanya lagi, percayalah senyum dan air mata itu pun akan terjadi. Yang akhirnya akan mebawa mereka pada sebuah kesadaran akan begitu bernilainya hidup ini.

Menulis itu Perjuangan

Menulis bak anak emas bagi sang guru yang selalu menemani pembelajaran bersamanya. Menulis dan menulis, itulah yang terjadi. Bahkan di awal tahun pelajaran sang guru selalu mengatakan bahwa siapa saja yang mampu menulis di media cetak, baik cerpen, puisi, opini, maupun surat pembaca maka sang guru akan memberi bonus nilai. Dan, di akhir setiap bulan sang guru selalu bertanya, “Siapakah yang tulisannya sudah terbit di media massa?”

Suatu pagi sorang murid tampak berteriak memanggil sang guru, “Pak…. Surat Pembaca saya dimuat di Kompas.” Sang murid itu tampak bahagia sekali seperti baru saja memenangkan pertandingan besar. Sang guru pun tersenyum lebar dan berkata, “Kamu hebat. Saya bangga dengan kamu. Jangan pernah berhenti menulis!” Rupanya menulis telah membuat orang bahagia dan bangga pada dirinya serta tentunya menjadikan hidupnya lebih bergairah.

Di lain waktu juga ada seorang anak datang pada sang guru dan berkata, “Pak, saya itu sudah mencoba menulis di media delapan kali, kok tidak ada satu pun yang dimuat.” Kembali sang guru pun hanya bisa tersenyum dan berkata, “Dulu… saya malah sampai lima belas kali, baru tulisan pertama saya dimuat.” Sang anak pun bangkit dan berkata, “Jadi, kalau tulisan saya yang kesembilan dimuat, saya lebih hebat dari pak guru.” Sang guru pun mengangguk dengan mantap.

Akhirnya tulisan anak itu dimuat juga di sebuah media lokal berupa opini. Itu adalah tulisan dia yang ke sepuluh, bukan yang kesembilan. Namun anak itu lebih hebat dari sang guru. Itulah lika-liku menulis. Menulis membutuhkan perjuangan. Dan dengan menulis anak-anak belajar tentang nilai-nilai hidup yang nyata seperti rasa sabar, kreatif, dan gigih dalam perjuangan.

Menulis telah membawa aroma dan warna tersendiri dalam sebuah pembelajaran. Menulis telah mengalirkan air kehidupan untuk siapa saja yang bersedia bertekun dan berjuang dengannya. Menulis menjadi catatan sejarah tersendiri dan pada saatnya nanti akan membuat penulisnya dan pembacanya menyadari nilai-nilai di balik semua itu. Menulis adalah pembelajaran reflektif dalam untaian kata demi kata yang mengalun dalam alur dan pesan di dalamnya. Mari menulis.