Membaca opini kompas hari ini, Jum'at 16 April 2010 yang berjudul "Dari Cina Benteng ke Mbah Priuk" dan dituliskan oleh pak Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Psikologi, Ketua Program Studi Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia di sini, membuat saya tersulut untuk membuat sebuah artikel tanggapan menurut pandangan saya sebagai seorang pendidik.
Setelah melihat dampak dari kekerasan yang dilakukan oleh aparat dan pejabat kepada rakyat, membuat rakyat berani mati dan melawan aparat dengan semangat yang berapi-api. Mereka sudah tak takut mati sebab harga diri lebih utama daripada hidup dicaci maki.
Di sinilah para pejabat dan aparat harus peka menghadapi masalah yang dihadapi rakyat. Jadikan rakyat itu sahabat, karena pejabat dan aparat digaji oleh rakyat. Janganlah membuat rakyat marah, sebab bila rakyat marah, maka akan habislah pemerintah. Tak lagi dipercaya oleh rakyatnya.
Kita tentu tak ingin tragedi priok yang memilukan ini terulang lagi di tempat lain. Cukup di tanjung Priok saja peristiwa itu terjadi. Kita harus mengambil pelajaran yang berharga bahwa kekerasan tak menyelesaikan persoalan.
Alangkah bahagianya bila saja mediasi antara pemerintah dan rakyat itu berlangsung sebelum terjadi tragedi. Pemerintah (pejabat dan aparat) berdiskusi satu meja dengan rakyat (perwakilan tokoh masyarakat). Bila komunikasi dikedepankan, tentu tak ada informasi dan komunikasi yang tersumbat. Apalagi bila pertemuan itu diliput oleh media televisi dan disiarkan secara langsung, maka rakyat pun melihat bahwa komunikasi yang baik telah berjalan lancar.
Win-win solution harus senantiasa kita kedepankan, sehingga tak ada pihak yang dirugikan. Semua merasakan keadilan dan para pemegang kekuasaan pun terasa mengayomi masyarakatnya dengan mengamalkan sila kedua pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Cukuplah sudah tragedi priok yang memilukan itu terjadi. Jangan sampai ada istri yang kehilangan suaminya. Anak-anak kehilangan ayahnya, dan akhirnya menjadi anak yatim serta orang tua yang kehilangan anaknya. Sunguh sedih bila menyaksikan pemakaman mereka. Sungguh memilukan melihat tangisan mereka.
Para aparat satpol PP berasal dari rakyat. Mereka bekerja dan diterima menjadi satpol PP dengan sebuah harapan untuk mendapatkan penghasilan. Mencari sesuap nasi untuk anak dan istri bila mereka sudah berkeluarga. Meski gaji mereka tak besar, mereka nikmati itu sebagai berkah dari Tuhan Yang Maha Pemberi.
Mari kita bergandengan tangan. Hilangkan semua dendam yang membara di hati. Semua hal sudah dikemukakan oleh para tokoh, baik tokoh agama mamupun masyarakat. Intinya, mari kita perbaiki hubungan silahturahiin sesama anak manusia ini dengan penuh cinta dan kasih sayang. Alangkah indahnya bila pemerintah benar-benar memahami keinginan rakyat. Alangkah indahnya bila rakyatpun bisa memahami dengan baik rencana pemerintah.
Bila semua itu dikomunikasikan dengan baik, Insya Allah kedamaian akan terjadi.
Para guru di sekolah sebaiknya memberikan pengertian kepada anak didiknya untuk mengedepankan kelembutan daripada kekerasan. Tidak bertindak anarkis dan mengedepankan dialog agar komunikasi yang tersumbat menjadi lancar kembali.
Para peserta didik sudah mulai diajarkan berdemokrasi yang benar dan tetap santun dalam membela kebenaran.
Darah muda memang darah yang bergelora. Cepat sekali marah dan terpancing emosi. Hanya dengan pendidikan yang baiklah sifat yang tidak baik itu kita arahkan menjadi baik. Sekolah-sekolah sudah harus menanamkan pendidikan karakter agar para peserta didik kita tidak mudah terpancing emosinya.
Mari kita bergandengan tangan agar tragedi Priok yang memilukan tak terulang lagi di tempat lain. Hilangkan prasangka buruk, dan mulailah merajut kebersamaan dalam ke-bhinneka tunggal ika-an agar bangsa ini menjadi bangsa yang dihormati dan disegani oleh bangsa lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.