Setelah menghadiri simposium RSBI yang diadakan British Council di Hotel Atlet Century Senayan selama 2 hari, 9-10 Maret 2011 saya berkesimpulan bahwa pelaksanaan RSBI di setiap sekolah yang ada di Indonesia sebaiknya dihentikan. Hal ini bukanlah berdasarkan asumsi semata, tetapi fakta di lapangan terlihat dengan kasat mata bahwa mutu guru kita belum siap untuk menghadapi perubahan pembelajaran di era masyarakat berpengetahuan.
Para peneliti silahkan melakukan penelitian yang mendalam, dan saya yakin bahwa sekolah RSBI tak membuat peserta didik menjadi hebat ketika kebijakan yang dikeluarkan kurang menggema di tingkat implementasi. Kita pun harus segera kembali kepada sekolah laskar pelangi yang memiliki fasilitas apa adanya tetapi memiliki guru-guru yang luar biasa. Guru-guru kreatif yang pantang mengeluh sehingga mampu menginspirasi para peserta didiknya untuk bersaing di era global. Era dimana batas negara seolah tiada lagi. Internet telah menyatukan semua orang di seluruh dunia untuk saling berkomunikasi, dan berbagi.
Dari paparan presentasi para kepala sekolah RSBI nampak jelas bahwa fasilitas jauh lebih diutamakan ketimbang mutu guru. Walaupun dilaporkan pula tentang pelatihan kompetensi guru, namun prosentasenya amatlah kecil bila dibandingkan dengan peningkatan sarana prasarana. Guru hanya menjadi pelengkap penderita atau prajurit yang siap mati menjalankan kebijakan pemerintah yang ternyata salah konsep. RSBI pun digugat oleh berbagai pihak. Termasuk oleh organisasi Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang dengan lantang menyuarakannya.
Sekolah-sekolah RSBI berusaha untuk mendapatkan sertifikat ISO, yang pada akhirnya membuat peserta didik"RAISO". Bahkan kita masih menemui ada siswa yang tidak lulus di sekolah RSBI. Kedisiplinan, dan kebersihan sekolah RSBI pun belum sepenuhnya mengikuti aturan-aturan ISO yang benar, sehingga sertifikat ISO didapat, tetapi kenyataannya tak sama dengan apa yang dilihat. Silahkan para peneliti dari kemendiknas melihat sendiri, dan meneliti di seluruh sekolah RSBI di Indonesia. Jangan lupa menggandeng LSM yang independent sepertibritish council agar penelitian menjadi berimbang.
Saya bukan orang "pintar". Saya hanya guru yang berbadan besar dan sedang "gusar". Adanya RSBI tak membuat dunia pendidikan kita menjadi lebih baik. Para orang pintar itu hanya bisa membuat konsep, tapi tak mampu mengamati di tingkat proses, dan kurang melakukan evaluasi dengan benar. Data-data lengkap telah disampaikan oleh ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Satria Darma tentang 10 kelemahan RSBI. Fakta-fakta di lapangan pun telah dijelaskan panjang lebar kepada komisi X DPR. Kita pun telah membaca dengan jelas apa yang dipetisikan oleh IGI di koran kompas, dan berbagai media lainnya. Klik.
Wahai para pejabat negeri. Kenapa kita tak belajar kepada sekolah laskar pelangi. Kita lihat perjuangan ibu Muslimah yang begitu besar menyemangati anak didiknya. Kita mungkin masih ingat pesan pak Harfan dalam film laskar pelangi. "Hiduplah dengan memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya".
Banyak sekali pesan moral, dan semngat hidup pantang menyerah yang kita saksikan dari kisah laskar pelangi. Laskar pelangi bukan hanya menginspirasi semua orang, tetapi laskar pelangi telah menunjukkan kepada kita bahwa fasilitas sekolah yang apa adanya atau biasa-biasa sajatelah mampu melahirkan peserta didik yang luar biasa. Kenapa itu bisa terjadi? Karena sekolah laskar pelangi ditangani oleh guru-guru yang ikhlas sepenuh hati mengikhlaskan dirinya untuk terus belajar sepanjang hayat. Berusaha keras untuk menjadi guru profesional, dan meninggalkan konvensional. Terus menerus belajar dan berusaha menjadi guru yang berkualitas.
Sekolah RSBI yang salah kaprah dalam pelaksanaannya lebih menitikberatkan kepada penyampaian materi ke dalam bahasa Inggris. Bahasa Internasional yang membuat mereka katanya lebih mudah bersosialisasi dalam masyarakat internasional. Namun, kenyataannya tak mudah menyampaikan materi pelajaran dalam bahasa Inggris, karena pengajaran bahasa Inggris sangat berbeda dengan pengajaran materi menggunakan bahasa Inggris.
Pengalaman saya pribadi mengajarkan TIK dengan menggunakan bahasa Inggris tidaklah mudah. Saya justru lebih mudah memberikan materi dengan bahasa Indonesia. Para peserta didikpun lebih mudah menangkap apa yang disampaikan. Terjadilah proses interaksi dalam pembelajaran. Terjalin komunikasi antara guru dengan peserta didiknya. Sayapun banyak belajar dari teman-teman guru lainnya dari seluruh dunia melalui website di http://www.epals.com/projects/info.aspx?divid=WeAreePals_main.
Dalam sekolah laskar pelangi. Guru-guru menyampaikan materinya dengan bahasa ibu atau bahasa daerah. Bahasa daerah yang lebih mudah dimengerti oleh murid-muridnya. Bahasa ibu dimatangkan dulu, baru kemudian beralih kepada bahasa nasional. Setelah bahasa nasional matang, barulah beralih kepada bahasa internasional. Kenyataan membuktikan, lulusan sekolah laskar pelangi telah menciptakan orang-orang hebat negeri ini. Anda bisa kembali membaca novel Tetralogi laskar pelangi, atau novel ranah 3 warna yang lagi ngetop sekarang ini. Banyak pembelajaran yang akan anda dapatkan dari kedua novel di atas.
Akhirnya, saya tak bisa menyampaikan tulisan-tulisan saya dalam bahasa yang ilmiah. Saya hanya mampu menulis secara alamiah. Sangat sederhana tetapi pesan itu sampai kepada pembaca. Saya bukanlah orang pintar, tetapi saya adalah guru yang gusar. Semoga bangsa ini menjadi besar.
Mari kita kembali ke sekolah laskar pelangi yang menciptakan lulusan anak negeri yang mampu menterjemahkan pesan sedrhana pak Harfan, hiduplah dengan memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya.
salam Blogger Persahabatan
Omjay
Benar sekali, Pak!
BalasHapusBagi saya, RSBI terkesan dipaksakan menggunakan bahasa Inggris dan hanya menjadi proyek mercusuar oknum pejabat setempat di setiap daerah...