Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah

Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com

Senin, 22 Desember 2008

Surat Untuk Tuhan

SEORANG yang miskin kebingungan. Ia tak tahu harus pada siapa meminta bantuan untuk melunasi utang dan memenuhi kebutuhan–kebutuhan hidupnya. Memang telah mencoba ke tetangganya, tapi karena keseringan minta bantuan, ia agak malu untuk mengulanginya.

Meski sedang kepepet, namun ia tak mau melakukan perbuatan yang a-moral atau tindakan kriminal. Ia teringat pada pengajian yang pernah diikutinya beberapa tahun silam, bahwa Tuhan merupakan tempat mengadu dan meminta pertolongan. Ia tersenyum sambil bergumam, “saya mau minta pada Tuhan”.

Namun, beberapa saat kemudian terdiam dan bergumam kembali, “bagaimana caranya, berdoa kan sudah kulakukan”.

Kembali diam. Ia beringsut ke keluar ruangan. Ia bolak-balik sambil terus memegang kepalanya mencari ide yang terbaik dan jitu. Tiba-tiba setengah meloncat ia berujar, ”Aha, saya akan kirim surat saja”.

Ia langsung membuka buku tulis yang sudah agak kucel. Ia pegang pulpen dan mulai menuliskan maksudnya. Selanjutnya, surat itu dilipat dan dimasukkan pada amplop.

”Aduh….alamatnya dimana ya?” ujarnya, sambil garuk-garuk kepala. ”Ah…pasti pak Pos tahu. Saya tulis untuk Tuhan,” gumamnya.

Ia berangkat ke kantor pos dan menitipkannya pada pak pos. Pak pos yang menerimanya bingung, ”Kok ga ada alamatnya. Kepada Tuhan, di mana ya????”

Bingung. Pak pos bingung harus dikirim ke mana surat tersebut. ”Ah…saya kasih aja ke kantor polisi. Mungkin si penyurat lagi butuh bantuan dan polisi bisa membantunya,” pikir pak pos. Sesampainya di kantor polisi, diberikannya pada polisi yang berjaga hari itu.

”Ini ada surat buat Tuhan, tapi tak ada alamatnya. Saya tak tahu, mungkin orang yang menulis surat ini sedang kacau pikirannya. Bapak mungkin bisa bantu,” kata pak pos sambil memberikan surat.

”Makasih ya pak,” jawab polisi. Polisi membukanya. Membacanya. Polisi itu tersenyum,
”Oooh…. dia lagi butuh uang”.

Polisi itu kemudian datang ke teman-temannya. Ia menggalang dana dari teman-temannya. Ketika terkumpul uang sebesar 250 ribu,- polisi itu langsung datang ke alamat si pengirim surat. Setibanya di sana, polisi itu langsung menyerahkan amplop berisi uang sambil berujar, ”Ini ada titipan dari Tuhan untuk saudara”.

”Oh…dari Tuhan ya Pak, makasih ya Pak!” kata si penyurat tersebut.
Setelah polisi pergi, ia langsung membuka amplop. ”Terima kasih Tuhan. Mohon lain kali kalau kirim uang jangan melalui polisi, saya yakin kalau tidak melalui polisi jumlahnya akan lebih dari itu,” ujarnya.

(Ditulis kembali oleh AHMAD SAHIDIN dari penuturan Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Jawa Barat, Susno Duadji, saat memberikan pencerahan dalam Tausiyah Senin pagi di Masjid Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, 23 Juni 2008)

sumber: Blog kompasiana.com

1 komentar:

  1. jamu psikologi kunjungi www.setansatan.blogspot.com jamu memang pahit

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.