Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah
Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com
Guru, Dosen, Buku, dan Kurikulum Baru
Begitu banyak tulisan tentang guru di berbagai media. Seolah-olah hanya
guru yang disalahkan dalam lemahnya ranah pendidikan di negeri ini.
Para dosen di perguruan tinggi tak mau disalahkan, sebab kunci kuatnya
pendidikan terletak pada guru. Padahal kita melihat, kualitas guru kita
menjadi kurang baik lantaran rendahnya mutu dosen di tingkat perguruan
tinggi . Terutama dosen-dosen di lembaga pencetak para guru. Silahkan
anda lakukan penelitian, pastilah anda akan mendapatkan kenyataan itu.
Tak usah marah, mari kita sikapi dengan cara yang bijaksana.
Guru di sekolah, dan dosen di perguruan tinggi seharusnya berjalan seia
sekata sesuai dengan harapan undang-undang guru dan dosen. Mereka harus
memperbaiki cara mengajarnya, dan mampu berkomunikasi dengan baik
kepada peserta didiknya. Interaksi menjadi indikator nyata bahwa terjadi
komunikasi yang harmonis antara pendidik dengan peserta didiknya.
Pembelajaran yang menyenangkan terjadi di antara keduanya. Guru dan
dosen harus terus belajar dan mengupdate dirinya.
Guru adalah
sosok professional dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya. Oleh
karena itu guru harus banyak membaca buku. Rajin mencari informasi baru
di internet dan menciptakan konten-konten edukasi. Guru harus mengupdate
pengetahuan baru dari buku dan sumber-sumber lainnya.
Dari
banyak membaca itulah akan terasa betapa luas ilmu pengetahuan, dan
betapa sedikitnya ilmu yang kita kuasai. Bila guru banyak membaca, maka
dia tak akan pernah kehilangan ide dalam mengajar dan melakukan inovasi
baru dalam pembelajaran. Guru akan seperti mata air yang tak akan habis
airnya dan terus mengalir dari atas hingga ke bawah
Dosen
adalah guru yang mengajar di perguruan tinggi. Negeri ini membutuhkan
banyak dosen yang berkualitas untuk mencetak para guru. Dosen yang
berkualitas akan melahirkan mahasiswa yang berkualitas pula. Oleh karena
itu sudah sepatutnya dosen-dosen kita berpendidikan minimal S3 dan
lulus dari perguruan tinggi terpercaya dan terakreditasi. Sehingga gelar
doktor yang disandangnya bukan hanya sekedar gelar, namun bermanfaat
buat orang banyak keilmuannya.
Kita melihat sedikit sekali
doktor-doktor bergelar S3 yang mau turun gunung berbagi ilmu
pengetahuannya. Kita mungkin mengenal Pak Onno W Purbo, dan Pak Romi
Satria Wahono. Kedua doktor ini sangat banyak memberikan ilmunya kepada
orang lain. Mereka mau turun gunung dan memberikan ilmunya. Kita
membutuhkan doktor-doktor seperti itu, dan bukan doktor yang hanya duduk
tenang di ruangan ber-AC.
Kita kehilangan dosen-dosen yang
memiliki idealism tinggi dan senang berbagi ilmunya. Mereka pun senang
membuat dan menyusun buku. Mereka mengikat ilmunya dengan buku-buku yang
sangat menginspirasi pembaca.
Buku adalah jendela dunia. Tanpa
buku kita mungkin belum tahu apa-apa. Banyak buku terlahir setiap
harinya. Anda bisa mencarinya di google books, dan anda akan takjub
dengan banyaknya buku yang terbit setiap harinya.
Sayangnya,
budaya membaca atau literasi masyarakat kita masih lemah. Terutama
dikalangan guru dan dosen. Akibatnya, banyak guru dan dosen yang harus
diupdate keilmuwannya. Mereka harus banyak membaca dan belajar secara
mandiri. Bila mereka terus belajar, maka kurikulum baru yang dibuat
sendiri oleh mereka akan terasa inovasinya, dan bermanfaat buat para
peserta didiknya.
Dosen sebaiknya menghindari proyek dan fokus
dengan keilmuannya. Sebab sering ditemukan, ada dosen yang hanya datang
dalam 3 pertemuan saja dengan mahasiswanya dalam satu semester. Untuk
hal ini sudah menjadi buah bibir bagi mahasiswa yang sering
ditinggalkannya.
Kurikulum Baru sebentar lagi akan diluncurkan
oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan. Terutama kurikulum untuk di
tingkat sekolah (SD/SMP/SMA/SMK, dan sederajat). Semoga diikuti pula
dengan kurikulum di tingkat perguruan tinggi. Kalau hanya di sekolah
saja kurikulum berganti, sementara di perguruan tinggi tidak diperbaiki,
maka jangan salahkan guru bila kita tak mendapatkan guru-guru yang
cerdas dan berkualitas. Sebab sumbernya ada dalam lembaga pencetak para
guru.
Mari sama-sama kita kuliti kelemahan dan kelebihan
kurikulum baru. Teruslah memberi masukan kepada pemerintah, dan teruslah
menulis bila anda merasa tidak puas dengan kurikulum baru. Biasakan
berpendapat dengan tulisan, itulah salah satu cara kita sebagai
masyarakat intelektual agar dapat didengar.
Bila ternyata
tulisan kita juga tak didengar, maka segeralah membangun kekuatan social
media. Cari orang yang sevisi dengan anda, maka revolusi pendidikan pun
akan segera terjadi. Persoalannya sekarang, siapakah di antara kita
yang siap menjadi pelopor dan bukan pengekor? Harus ada pemimpin yang
berani dan terus mengkritisi kurikulum baru. Bukankah kurikulum dibuat
untuk kebaikan kita semua?
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
http://wijayalabs.com/
Perbaikan paling utama adalah rekruitmen guru. Jika pemerintah mampu meciptakan sistem untuk mendapatkan guru-guru berkualitas, saya yakin pendidikan kita akan membaik. Faktanya, untuk menjadi guru saat ini, cukup bermodalkan kedekatan dengan pejabat daerah atau dengan tim sukses penguasa. Masalah kualitas, tidak peduli berijazah apa, soal belakangan…memprihatinkan!
BalasHapushttp://hilmanpaturusy.blogspot.com