Tulisan ini diilhami dari hasil perenungan yang mendalam. Juga mengambil hikmah dari terjadinya musibah kebakaran di Labschool, Rabu 30 Juli 2008. Si jago merah itu telah melumat habis beberapa fasilitas Labschool. Hanya dalam hitungan menit fasilitas yang megah itu hilang ditelan bumi. Padahal, baru sehari sebelumnya kami bangga karena akan terpilih menjadi sekolah sehat di DKI Jakarta. Melalui lomba sekolah sehat (LSS) kami berharap mendapatkan juara pertama dan mengungguli sekolah lainnya.
Harapan terkadang berbeda dengan kenyataan. Kebakaran di Labschool telah membuat suasana sekolah berubah. Berubah menjadi kecemasan, apakah setelah fasilitas terbakar kami mampu menjaga Labschool agar tetap unggul? Apakah fasilitas merupakan segalanya untuk mencapai keunggulan?.
Penulis mencoba menerawang ke masa lampau. Masa di mana pada saat itu Labschool lahir di tahun 1968, persis 40 tahun yang lalu. Tentu para pendiri sekolah ini berpengharapan agar kelak sekolah yang mereka dirikan menjadi sebuah sekolah yang bermutu dan diperhitungkan keberadaannya pada masa yang akan datang. Sekolah Labschool yang berlokasi di Jalan Pemuda Komplek Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rawamangun Jakarta Timur ini memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang dan unik. Nama Labschool yang melekat pada TK, SMP, dan SMA yang bernaung di bawah Yayasan Pembina Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Jakarta) mengandung makna sejarah di dalamnya. Sejarahnya dapat dilihat di http://
id.wikipedia.org/wiki/labschool. Kini memasuki usianya yang ke-40, Labschool diharapkan tetap menjadi sekolah unggul. Unggul dalam berbagai bidang. Bidang akademis maupun non akademis yang tercerminkan dari berjalannya program intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Mampu bersaing di dunia global yang terus berkembang dan tak kenal berhenti..
Melalui motto matang dalam berpikir dan bijak dalam bertindak diharapkan Labschool seperti seorang manusia yang semakin dewasa. Tidak menua, melupa, dan melemah kemudian dilupakan orang. Tetapi justru harus semakin hebat, kuat, dan menarik. Sehingga keberadaannya memiliki keunggulan yang tetap terjaga. Semua itu terjadi bila berbagai komponen yang berada di dalamnya menyatu dalam sebuah kebersamaan. Saling asah, saling asih, dan saling asuh.
Ada beberapa hal yang patut kita perhatikan dalam menjaga agar Labschool tetap unggul dan mampu bersaing di dunia global. Beberapa hal itu adalah sebagai berikut :
A. Memiliki guru (tenaga pendidik) yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi terhadap kemajuan dunia pendidikan.Peran guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk itu, guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan di Labschool. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu, perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Pasal 4 UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu diantaranya adalah kompetensi. Kompetensi diartikan oleh
Cowell (Depdikbud, 1988) sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif.
Kompetensi merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai; yang terkait dengan profesi guru. Namun demikian, kompetensi saja tidak cukup. Harus ada komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga Labschool agar tetap unggul. Komitmen dan dedikasi itu terlihat dari perilaku guru yang senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk terus belajar sepanjang hayat. Tak pernah berhenti untuk belajar selama hayat masih dikandung badan. Dalam rangka mengembangkan potensi menjadi guru profesional.
Menjadi guru profesional adalah harapan dari semua pendidik. Tak dapat dipungkiri, sebagai garda terdepan dalam membangun Labschool guru mempunyai peran yang sangat tinggi. Dari guru yang memiliki kompetensi, dedikasi dan komitmenlah Labschool dapat terjaga. Baik mutu maupun kualitasnya.
B. Memiliki siswa yang mempunyai prestasi yang membanggakanSiswa berprestasi lahir dari penanganan guru yang profesional. Labschool harus semakin banyak mencetak siswa berprestasi yang sesuai dengan visi dan misi Labschool. Visi dan misi Labschool yang bagus itu dapat dibaca dan dilihat di : http://
www.labschool-unj.sch.id/info.php?info=visi.Labschool harus terus menciptakan siswa berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah ditingkat nasional maupun internasional. Karena itu adanya sebuah pembinaan jelas menjadi sebuah keharusan. Labschool harus unggul dalam berbagai event olympiade. Baik bidang sains, matematika, ataupun yang lainnya. Hal ini akan dapat dibuktikan dengan adanya berbagai piala kejuaraan yang dipajang di sekolah.
Semakin banyak piala dari kejuaraan yang diperoleh akan semakin mengibarkan nama Labschool ke seluruh penjuru dunia. Sehingga Labschool benar-benar sekolah yang unggul dan sangat memperhatikan siswa berprestasi.
Sesuai dengan pesan presiden SBY agar sekolah-sekolah memperhatikan para siswa berprestasi yang telah berhasil dalam berbagai ajang kejuaraan. Berita ini dapat di lihat di http://
www.detiknews.com/read/2008/08/05/212856/983509/10/sby-siswa-berprestasi-harus-bisa!C. Memiliki budaya sekolah yang kokoh dan tetap eksis ditengah merambahnya budaya global Dalam tulisan penulis di dalam Konferensi Guru Indonesi (KGI) 2007 yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Institut dan dihadiri oleh lebih dari 1500 orang guru, Penulis menuliskan bagaimana menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis (http://
dewanpendidikan.wordpress.com/2007/08/01/budaya-lab-school-wijaya-kusumah/). Dalam tulisan itu, penulis membeberkan panjang lebar tentang keunggulan Labschool yang terletak pada budaya sekolahnya yang tetap eksis.
Bayangkan Anda memasuki sebuah sekolah, hal apa kira-kira yang akan Anda lihat dan dengar? Sulit atau mudah memasuki lingkungan sekolah tersebut. Bagaimana cara guru dan siswa menyapa Anda. Bagaimana dengan pengaturan ruang administrasi dan papan demo keterampilan siswa ditata dan ditampilkan, serta ruang kelas dibentuk. Bagaimana suasana belajar-mengajar berlangsung, dan yang tidak kalah pentingnya, bagaimana kondisi kamar kecil (toilet) sekolah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan budaya. Sebab, sekolah sedang berusaha memberikan impresi terhadap tamu dan pengunjung lainnya bahwa inilah kami, inilah budaya sekolah kami. Berpadunya tiga kekuatan, guru, siswa, dan orang tua siswa.
Jika budaya kita definisikan sebagai seperangkat norma, nilai, kepercayaan, dan tradisi yang berlangsung dari waktu ke waktu, budaya sekolah adalah satu set ekspektasi dan asumsi dari norma, nilai, dan tradisi yang secara diam-diam mengarahkan seluruh aktivitas personel sekolah (Peterson, 1998). Karena budaya sekolah bukan suatu entitas statis, maka proses pembentukan norma, nilai, dan tradisi sekolah akan terus berlangsung melalui interaksi dan refleksi terhadap kehidupan dan dunia secara umum (Finnan, 2000). Dalam bahasa Hollins (1996), sebagai agen perubahan, 'sekolah dibentuk oleh praktik dan nilai budaya serta merefleksikan norma-norma dari masyarakat saat mereka masih sedang dikembangkan'. Atau, seperti hidrogen yang merupakan elemen utama air, maka nilai-nilai dalam masyarakat juga merupakan bagian utama dari budaya sekolah.
D. Memiliki tokoh penting kaliber nasional seperti figur Pak Arif Rachman, yang mampu untuk menjadi contoh pemimpin masa depan.Ketika penulis mengikuti lomba karya tulis tingkat nasional tahun 2005, pertanyaan yang lebih dulu ditanyakan oleh dewan juri pada saat itu adalah bagaimana kabar pak Arief di Labschool. Begitupula untuk kedua kalinya mengikuti lomba karya tulis tingkat nasional tahun 2006. Lagi-lagi yang ditanya oleh dewan juri adalah bagaimana kabar pak Arief di Labschool.
Nama Arief Rachman telah menyatu dengan Labschool. Bahkan Rektor UNJ sendiri Pak Bedjo mengatakan bahwa Pak Arief sangat identik dengan Labschool. Arief Rachman, yang lahir di Malang, Jawa Timur, 19 Juni 1942 adalah seorang guru yang pernah mengajar dan menjadi kepala sekolah SMA Labschool, Rawamangun, Jakarta Timur. Selain itu ia juga pernah menjadi dosen luar biasa di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, dan sekarang diangkat menjadi guru besar di Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun 2000 Arief Rachman sempat aktif sebagai pembawa acara program agama Islam Hikmah Fajar di RCTI.
Saat ini beliau sudah tidak mengajar lagi, namun masih aktif di dunia pendidikan. Beliau dapat dikatakan sebagai salah satu tokoh pendidikan Indonesia, dan sempat ditanya pendapatnya ketika Presiden Amerika Serikat George Walker Bush berkunjung ke Indonesia pada tanggal 20 November 2006. Saat ini ia juga menjabat duta UNESCO dari Indonesia dan sebagai Wakil Ketua Komisi Pencari Fakta kekerasan IPDN yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diketuai oleh Prof. Dr. Ryaas Rasyid.
Pak Arief Rachman sendiri lebih dikenal sebagai seorang Pakar Pendidikan. Bicaranya sendiri khas seorang guru, seorang pendidik. Dia bukanlah pembicara yang gerakannya membangkitkan motivasi, karena motivasi itu sendiri lebih banyak datang dari kata-kata yang dia ucapkan dengan gaya seperti orang bercerita. Tak lupa diikuti dengan ekspresi mimiknya yang unik. Kelihatannya, ekspresi mimiknya inilah yang mungkin membuat ia banyak diundang ke berbagai acara seminar karena - walaupun sudah tua, rambutnya juga sudah banyak yang memutih - ia tidak ragu-ragu melakukan ekspresi mimik selucu apapun untuk menghidupkan materinya. Sedangkan dari segi materinya sendiri, ia banyak menggunakan ilmu psikologi pendidikan. Lengkap dengan contoh-contohnya. Sangat ilmiah saya kira. Namun karena ia banyak menggunakan contoh-contoh yang membumi, seringkali unsur kerumitan ilmiahnya ini tetap bisa dimengerti oleh audience.
Prof. Dr. Arief Rachman pernah mengatakan bahwa seorang guru itu harus memenuhi 5 kompetensi, yaitu idealisme, akademis, profesionalisme, kepribadian, dan sosial. Kelima kompetensi inilah yang harus dimiliki oleh para guru dalam menjaga Labschool agar tetap unggul.
Akhirnya, untuk menjaga agar Labschool tetap unggul diperlukan persatuan yang kokoh dari berbagai komponen yang ada di Labschool. Itulah yang disebut Keluarga Besar Labschool. Semua harus saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun Labschool ke arah yang lebih baik dari hari ini. Diperlukan suatu sistem yang utuh dan menyeluruh atau sistemik agar Labschool tetap unggul. Sistem yang dibangun harus juga mencerminkan empat kekuatan di atas yang dimiliki oleh Labschool. Kalau bukan kita yang menjaga Labschool agar tetap unggul, lalu siapa lagi?