Kisah Wijaya Kusumah - omjay
Bagaimana Caranya Orang yang Benci PGRI Menjadi Menyukai PGRI?
Sebuah Renungan di HUT PGRI ke-80 untuk Guru-Guru Indonesia
Tidak semua orang langsung jatuh cinta pada PGRI. Bahkan, ada sebagian guru yang secara terang-terangan menyampaikan ketidaksukaannya. Ada yang merasa PGRI tidak hadir ketika dibutuhkan, ada yang kecewa karena pengalaman pribadi, atau sekadar mendengar kabar miring dari luar tanpa benar-benar mengetahui apa itu PGRI dan apa saja yang sudah dilakukan organisasi ini selama 80 tahun berdiri.
Namun, apakah mungkin seseorang yang awalnya membenci PGRI berubah menjadi menyukai, bahkan bangga menjadi bagiannya?
Jawabannya: sangat mungkin.
Dan hal itu telah dialami oleh banyak guru—termasuk Omjay sendiri, seorang Guru Blogger Indonesia yang kini dikenal sebagai sosok inspiratif dalam dunia pendidikan digital.
---
1. Ketidaksukaan pada PGRI Sering Berawal dari Ketidaktahuan
Kita hidup di zaman serba cepat, serba viral, dan serba instan. Banyak orang mengambil kesimpulan tanpa riset, tanpa membaca, bahkan tanpa berdialog. Banyak guru muda yang baru masuk ke dunia profesi mendapatkan stigma atau komentar negatif tentang PGRI dari rekan-rekannya.
Dari sinilah benih kebencian itu tumbuh.
Padahal, seseorang yang membenci organisasi apa pun biasanya hanya mengetahui sebagian kecil cerita—bukan keseluruhan kenyataan.
Sering kali, orang-orang seperti ini belum pernah:
membaca AD/ART PGRI,
mengikuti pelatihan atau pertemuan resmi PGRI,
mengenal tokoh-tokoh luar biasa yang bekerja dengan ikhlas untuk memperjuangkan hak guru,
atau melihat bagaimana PGRI bekerja tanpa publikasi demi menyelesaikan kasus guru yang terancam kriminalisasi.
Benci karena tidak tahu itu wajar. Yang tidak wajar adalah membenci tanpa mau mencari tahu.
---
2. Mengenal Lebih Dekat PGRI Mengubah Banyak Hal
Ada banyak guru berubah pandangan setelah mereka benar-benar mengenal PGRI secara langsung. Mereka melihat bahwa PGRI bukan sekadar organisasi yang hadir dalam upacara Hari Guru Nasional. PGRI adalah organisasi profesi yang solid dengan jaringan besar dari pusat sampai ke ranting.
Apa yang mereka temukan ketika mengenal lebih dekat?
PGRI memperjuangkan Undang-Undang yang melindungi guru.
Banyak guru tidak tahu bahwa perjuangan PGRI-lah yang membuat profesi guru memiliki legal standing yang kuat di mata hukum.
PGRI hadir dalam kasus-kasus kriminalisasi guru.
Banyak kasus guru yang dilaporkan karena masalah kecil, dan PGRI hadir memberi advokasi.
PGRI memberikan pelatihan, peningkatan kompetensi, hingga beasiswa studi lanjut.
Banyak guru yang sekarang sukses menjadi kepala sekolah, pengawas, bahkan dosen berawal dari pelatihan PGRI.
PGRI adalah rumah besar.
Dari Sabang sampai Merauke, guru punya tempat pulang, tempat berbagi, dan tempat diperjuangkan.
Ketika seseorang mulai melihat ini, hatinya perlahan berubah.
---
3. Mendengarkan Cerita Guru adalah Cara Terbaik Menghilangkan Kebencian
Banyak guru yang awalnya tidak peduli, bahkan sinis terhadap PGRI, berubah ketika mendengar sendiri kisah-kisah nyata:
bagaimana PGRI menjemput guru yang dipolisikan,
bagaimana PGRI membantu guru honorer memperjuangkan kesejahteraan,
bagaimana PGRI memberikan pelatihan gratis atau murah,
bagaimana PGRI menjadi wadah kekeluargaan yang tidak dimiliki organisasi lain.
Setiap guru yang mendengar langsung kisah dari sesama guru, biasanya hatinya lebih cepat luluh. Karena guru selalu percaya pada pengalaman nyata, bukan opini kosong.
---
4. Mengikuti Kegiatan PGRI: Dari Curiga Menjadi Bangga
Ada pepatah Jawa: "Witing tresno jalaran soko kulino."
(Cinta tumbuh karena terbiasa.)
Banyak guru yang awalnya ikut acara PGRI dengan ogah-ogahan. Namun setelah merasakan atmosfernya, mendengar materi pelatihan, dan bertemu teman-teman sejawat dari berbagai daerah, mereka mulai sadar:
“Ternyata PGRI itu menyenangkan, hangat, dan bermanfaat.”
Di sinilah perubahan terjadi.
Tidak sedikit guru yang akhirnya berkata:
"Andai saya tahu dari dulu bahwa PGRI seperti ini, saya pasti bergabung lebih awal."
---
5. Membaca Informasi PGRI dari Sumber Resmi Jauh Lebih Menenangkan
Di era digital, berita hoaks tentang organisasi sangat mudah beredar. PGRI pun pernah dan sering menjadi korban misinformasi. Banyak orang membenci PGRI karena membaca postingan dari orang yang bahkan bukan anggota.
Padahal, jika mau membaca dari sumber resmi—website PGRI, media arus utama, dokumen kongres—guru akan menemukan fakta yang jauh berbeda.
Kebencian akan cepat hilang ketika kebenaran ditemukan.
---
6. Bicara Langsung dengan Pengurus PGRI Menghapus Jarak dan Prasangka
Pengurus PGRI, mulai dari tingkat ranting sampai pengurus besar, adalah guru-guru yang bekerja tanpa gaji tambahan, tanpa fasilitas khusus, dan tanpa imbalan apa pun kecuali rasa pengabdian.
Banyak orang yang awalnya sinis langsung luluh ketika bertemu mereka dan mengetahui cerita perjuangan di balik layar: kerja larut malam, advokasi, mediasi, menyusun regulasi, hingga turun langsung ke lapangan.
Di sini, orang menyadari bahwa PGRI bukanlah organisasi yang bekerja di balik meja.
PGRI adalah organisasi yang bekerja di lapangan, bersama guru, bersama rakyat, bersama pendidikan Indonesia.
---
7. Menghargai Peran Guru adalah Gerbang Menyukai PGRI
Ketika seseorang memahami betapa berat pekerjaan guru:
mengajar dengan gaji minim,
mendidik generasi bangsa dengan penuh kesabaran,
menghadapi orang tua yang menuntut tanpa memahami,
menyelesaikan tugas administratif yang menumpuk,
dan tetap dituntut tersenyum setiap hari,
maka ia akan lebih mudah memahami pentingnya organisasi profesi seperti PGRI.
PGRI hadir untuk membuat guru tidak sendirian.
---
Komentar Mendalam dari Omjay: Dulu Membenci PGRI, Kini Justru Menyayanginya
> “Saya dulu pembenci PGRI. Serius. Saya merasa PGRI tidak peduli pada guru seperti saya.”
— Omjay, Guru Blogger Indonesia
Omjay bercerita bahwa dulu ia sering mengkritik PGRI. Ia melihat PGRI dari jauh, bukan dari dekat. Ia melihat dari kabar-kabar negatif, bukan dari kenyataan lapangan.
Namun pandangannya berubah total ketika ia mengikuti kegiatan PGRI untuk pertama kalinya. Ia bertemu guru-guru hebat, merasakan kekeluargaan yang kuat, dan menemukan bahwa PGRI sebenarnya telah bekerja keras membela guru.
> “Setelah saya masuk PGRI, saya baru sadar bahwa PGRI tidak pernah berhenti bekerja untuk guru. Saya yang dulu membenci, sekarang justru bangga menjadi bagian dari keluarga besar PGRI.”
Ia menambahkan:
> “Jika saya yang dulu anti-PGRI saja bisa berubah, saya yakin banyak guru lain pun bisa. Asal diberi kesempatan untuk mengenal PGRI dari dekat.”
Kisah nyata seperti Omjay adalah bukti bahwa perubahan itu mungkin.
---
Kesimpulan: PGRI Tidak Perlu Disukai, Tapi Perlu Dikenal
Tidak ada organisasi yang sempurna. Tidak PGRI, tidak pula organisasi profesi lainnya. Tapi satu hal pasti:
Tidak ada organisasi lain di Indonesia yang memperjuangkan guru selama 80 tahun tanpa henti—selain PGRI.
Jika ada orang yang membenci PGRI, jangan buru-buru menghakimi.
Mungkin mereka hanya belum mengenal PGRI.
Mungkin mereka butuh cerita guru lain.
Mungkin mereka perlu mengikuti kegiatan.
Mungkin mereka perlu bertemu pengurus.
Atau mungkin mereka hanya perlu membuka hati dan memberi kesempatan.
Karena sering kali, sesuatu yang kita benci hari ini…
adalah sesuatu yang akan kita cintai ketika kita mengenalnya lebih dalam.
---
Salam blogger persahabatan,
Omjay – Guru Blogger Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.