Info buat komite sekolah dan guru di sekolah
Bolehkah Ketua Komite Sekolah Bukan Lagi Orang Tua Siswa? Ini Penjelasan Lengkapnya
Oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)
Guru Blogger Indonesia
---
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Beberapa waktu lalu saya menerima pesan dari seorang sahabat guru. Ia bercerita bahwa di sekolahnya, ketua komite dijabat oleh orang tua siswa yang anaknya sudah lulus. Namun selama menjabat, ketua komite itu dikenal aktif mendukung berbagai kegiatan sekolah, mulai dari pembangunan fasilitas hingga program sosial. Banyak orang tua siswa yang masih menginginkan beliau tetap menjabat karena dianggap amanah dan berdedikasi.
Pertanyaannya kemudian muncul:
Apakah boleh seorang ketua komite tetap menjabat meski anaknya sudah tidak lagi bersekolah di sekolah tersebut?
Mari kita bahas bersama berdasarkan aturan yang berlaku dan nilai-nilai kebersamaan dalam dunia pendidikan.
---
1. Apa Itu Komite Sekolah dan Apa Fungsinya?
Komite Sekolah merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan. Hal ini diatur secara resmi dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan:
> “Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.”
Selanjutnya, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa Komite Sekolah berfungsi sebagai:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di sekolah;
2. Pendukung (supporting agency) dalam bentuk tenaga, sarana, dan dana;
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas sekolah;
4. Mediator (mediating agency) antara sekolah dan masyarakat.
Dengan demikian, keberadaan komite sekolah bukan hanya formalitas, tetapi menjadi mitra strategis kepala sekolah dalam menjalankan pendidikan yang transparan, partisipatif, dan bermartabat.
---
2. Syarat dan Komposisi Anggota Komite Sekolah
Masih berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 7 ayat (1):
> “Anggota Komite Sekolah terdiri atas:
a. Orang tua/wali peserta didik dari sekolah yang bersangkutan;
b. Tokoh masyarakat;
c. Tokoh pendidikan; dan/atau
d. Tokoh dunia usaha dan dunia industri yang peduli terhadap pendidikan.”
Kemudian dalam Pasal 7 ayat (2) dijelaskan bahwa:
> “Sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Komite Sekolah berasal dari orang tua/wali peserta didik.”
Artinya, tidak semua anggota komite wajib berasal dari orang tua siswa aktif. Masih ada ruang bagi tokoh masyarakat atau alumni untuk terlibat — selama komposisi keseluruhan tetap memenuhi ketentuan 50% orang tua aktif.
---
3. Bagaimana Jika Ketua Komite Sudah Tidak Punya Anak di Sekolah?
Dalam kasus yang diceritakan guru tadi, ketua komite memang sudah tidak memiliki anak yang bersekolah di sana, tetapi ia masih dipercaya oleh masyarakat sekolah dan dikenal sebagai tokoh yang peduli.
Jika kita membaca Permendikbud secara hati-hati, tidak ada pasal yang secara eksplisit melarang alumni orang tua menjadi ketua komite, asalkan:
Proses pemilihannya dilakukan secara musyawarah,
Komposisi keanggotaan tetap memenuhi 50% orang tua aktif,
Dan keberadaan tokoh tersebut dianggap memberi manfaat nyata bagi sekolah.
Dengan demikian, dari sisi hukum hal itu masih diperbolehkan secara terbatas, selama memenuhi prinsip partisipatif dan transparansi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang menyebutkan:
> “Komite Sekolah dibentuk secara demokratis, transparan, dan akuntabel oleh para pemangku kepentingan pendidikan di sekolah.”
Jadi, kalau tokoh tersebut tetap dipilih secara demokratis oleh para orang tua siswa dan dinilai membawa manfaat besar, maka tidak ada larangan formil baginya untuk tetap menjadi ketua — asalkan mekanismenya sah dan didokumentasikan dengan baik.
---
4. Etika Kepemimpinan dan Nilai Kebersamaan
Sebagai guru dan pemerhati pendidikan, saya melihat bahwa persoalan kepengurusan komite bukan hanya soal legalitas, tetapi juga etika kebersamaan.
Sekolah yang sehat adalah sekolah yang menjunjung tinggi musyawarah, bukan sekadar mengikuti teks peraturan.
Jika ketua komite lama itu tetap dipercaya, aktif membantu sekolah, dan tidak memiliki kepentingan pribadi, maka kehadirannya tetap bernilai positif.
Namun demikian, penting juga bagi sekolah untuk menyiapkan regenerasi kepemimpinan, agar roda organisasi berjalan sehat dan terbuka.
---
5. Saran Omjay untuk Sekolah dan Komite
Berikut beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan oleh sekolah:
1. Adakan rapat pleno komite sekolah dengan mengundang perwakilan orang tua, kepala sekolah, dan guru.
2. Bahas secara terbuka status kepengurusan komite dan dukungan masyarakat terhadap ketua lama.
3. Buat berita acara rapat dan dokumentasikan hasilnya secara resmi.
4. Perbarui Surat Keputusan (SK) komite sekolah berdasarkan hasil musyawarah tersebut.
5. Pastikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kegiatan dan pengelolaan dana komite.
6. Siapkan kaderisasi agar ke depan posisi ketua bisa diisi oleh orang tua aktif yang sudah memahami mekanisme kerja komite.
---
6. Kesimpulan
Secara aturan hukum, tidak ada larangan eksplisit bagi orang tua alumni atau tokoh masyarakat untuk menjadi ketua komite sekolah.
Namun, secara praktik ideal, jabatan itu sebaiknya dipegang oleh orang tua siswa yang masih aktif, agar hubungan dengan sekolah lebih kontekstual dan komunikasi dengan para orang tua lebih efektif.
Jika ketua lama tetap dipercaya dan terbukti membawa kebaikan bagi sekolah, maka keberlanjutannya bisa dibenarkan sementara waktu, dengan catatan melalui musyawarah, dokumentasi resmi, dan tetap sesuai dengan semangat Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016.
Karena pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar urusan administrasi, tapi tentang hati, niat baik, dan kepedulian kita bersama terhadap masa depan anak-anak bangsa.
---
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bekasi, 8 November 2025
Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)
Guru Blogger Indonesia, Pemerhati Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.