Kisah humor omjay
Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Kehidupan (Bukan Lagi Tanpa Tanda Jasa)
Setiap kali datang Hari Guru, linimasa media sosial penuh dengan kalimat manis:
> “Terima kasih, guruku, engkau adalah pahlawan tanpa tanda jasa.”
Kalimat itu memang klasik. Tapi, di zaman sekarang, para guru malah tertawa getir mendengarnya.
Bukan karena tidak bangga disebut pahlawan, tapi karena “tanpa tanda jasa” sudah berubah jadi “tanpa tanda kehidupan.”
Bagaimana tidak? Guru zaman sekarang bukan hanya sibuk mengajar, tapi juga mengisi, melapor, mengedit, mengupload, dan menginput. Hidupnya lebih sering berhadapan dengan layar laptop daripada wajah murid.
Kalau dulu guru dikenal karena kapur dan papan tulis, sekarang dikenal karena Wi-Fi dan sinyal lemot.
---
📚 Guru: Makhluk Multitasking Paling Sabar di Dunia
Guru itu profesi paling serba bisa di jagat raya.
Selain jadi pengajar, mereka juga bisa menjelma jadi:
Psikolog, saat murid curhat ditinggal pacar tapi tetap disuruh fokus ujian.
Satpam, saat mendapati siswa nongkrong di kantin padahal bel sudah bunyi.
Event organizer, karena tiap minggu ada lomba, upacara, atau peringatan hari besar yang harus diurus.
Content creator dadakan, karena disuruh bikin video pembelajaran padahal edit videonya pakai HP 1GB RAM.
Belum cukup? Kadang guru juga jadi komedian, karena kalau tidak bisa bikin murid tertawa, kelas akan sepi seperti kuburan ide.
Dan semua itu dilakukan dengan senyum tulus, meski di dalam hati berkata:
> “Astaga, RPP belum selesai, tapi udah ditagih supervisi.”
---
💸 Gaji Tipis, Tanggung Jawab Tebal
Kisah paling menyentuh — sekaligus kocak — datang dari seorang guru honorer di pelosok Jawa Barat.
Namanya Pak Darto (bukan nama sebenarnya).
Setiap hari beliau naik motor butut sejauh 20 km ke sekolah. Gajinya? Rp400 ribu per bulan.
Itu pun kadang telat cair karena dana BOS belum turun.
Pernah suatu kali, motornya mogok di tengah jalan. Ia menuntun motor itu ke sekolah sambil membawa tumpukan buku tugas siswa. Begitu sampai, murid-murid bersorak, “Pak, Bapak hebat banget!”
Sambil tersenyum lelah, Pak Darto menjawab,
> “Hebat sih hebat, tapi bensinnya tetap habis, Nak.”
Ironisnya, banyak guru honorer seperti Pak Darto yang bertahan bukan karena gaji, tapi karena cinta.
Mereka tahu, kalau semua guru berhenti mengajar, siapa yang akan mencetak masa depan bangsa?
Kata Omjay,
> “Guru itu seperti lilin. Bedanya, sekarang bukan cuma terbakar demi orang lain, tapi juga kena potongan pajak.” 😄
---
🧠 Administrasi Lebih Panjang dari Novel Indonesia
Dulu, tugas guru sederhana: mengajar dan mendidik.
Sekarang? Mengajar cuma setengah perjuangan.
Separuh lainnya dihabiskan untuk mengisi laporan: e-Rapor, e-Kinerja, e-Absensi, e-Learning — semua serba e, padahal gurunya sudah “e-mosi.”
Bayangkan, satu guru bisa menghabiskan malam minggu bukan dengan keluarga, tapi dengan laptop dan setumpuk file Excel.
Anak muda healing ke pantai, guru healing ke ruang TU mencari tanda tangan kepala sekolah.
Kadang, setelah mengisi ratusan data, sistemnya malah error: “Silakan login ulang.”
Seketika, semangat juang guru menurun 30 persen, tapi tetap lanjut karena besok harus dikumpulkan.
Kalau ada lomba “Siapa yang paling sabar menghadapi sistem pendidikan digital?”, guru pasti menang telak.
---
🏫 Guru dan Murid di Era TikTok
Guru zaman dulu menegur murid karena rambut gondrong.
Guru zaman sekarang menegur murid karena bikin konten TikTok di kelas.
Bedanya? Kalau dulu murid malu, sekarang malah bangga — soalnya viral.
Guru sering berkata,
> “Nak, jangan main HP terus. Fokus belajar!”
Murid menjawab santai,
“Tenang, Pak, saya belajar cara jadi influencer.”
Susah memang, mengajar generasi yang lebih cepat jempolnya daripada otaknya berpikir.
Tapi hebatnya guru Indonesia, mereka tetap mencari cara agar pembelajaran tetap menyenangkan.
Ada guru yang bikin lagu matematika, ada yang bikin drama sejarah, bahkan ada yang pakai meme buat ngajarin IPA.
Luar biasa bukan? Walau dana minim, ide mereka tak pernah kering.
---
🥇 Pahlawan yang Tak Dikenal di Jalanan
Lucunya, banyak guru yang disebut “pahlawan bangsa”, tapi di dunia nyata tidak dianggap penting.
Coba saja, guru antre beli sembako — bisa disalip karena dikira “bukan siapa-siapa.”
Padahal, tanpa guru, tidak akan ada pejabat yang bisa tanda tangan, tidak akan ada dokter yang bisa membaca resep, dan tidak akan ada insinyur yang bisa menghitung jembatan.
Guru itu seperti sistem operasi di komputer.
Tidak terlihat, tapi tanpa mereka, semua program tak bisa jalan.
Omjay pernah menulis di blognya,
> “Banyak orang mengira guru hanya bekerja di sekolah. Padahal pikiran guru bekerja 24 jam — bahkan saat tidur, masih mikirin siswa yang belum paham materi.”
---
❤️ Guru Tetap Hidup dengan Hati, Meski ‘Tanpa Tanda Kehidupan’
Julukan “pahlawan tanpa tanda kehidupan” memang terdengar lucu, tapi di baliknya ada pesan serius:
Guru masih hidup, tapi kadang keberadaannya seperti tak dianggap.
Namun mereka tetap menyalakan cahaya di tengah gelapnya birokrasi, keterbatasan, dan tuntutan zaman.
Mereka tetap tersenyum saat muridnya berhasil, walau dirinya sendiri sering gagal mendapat haknya.
Guru sejati bukan yang banyak dipuji, tapi yang tetap menginspirasi meski tak pernah viral.
---
✍️ Penutup: Saatnya Beri Tanda Kehidupan untuk Para Pahlawan Ini
Maka, di Hari Guru nanti, jangan cuma kirim ucapan manis.
Beri mereka tanda kehidupan — perhatian, penghargaan, dan kebijakan yang manusiawi.
Karena kalau guru terus hidup dalam ketidakpastian, masa depan bangsa bisa ikut redup.
Kata Omjay, menutup dengan gaya khasnya:
> “Kalau mau menghargai guru, jangan cuma dengan kata ‘terima kasih’. Tapi juga dengan perbaikan kebijakan, agar guru tidak cuma hidup dari idealisme, tapi juga bisa menafkahi keluarganya dengan tenang.”
Guru bukan malaikat, tapi mereka punya sayap: sayap kesabaran dan dedikasi.
Mereka mungkin tak punya tanda jasa besar, tapi pantas diberi tanda kehidupan — agar tetap bisa mengajar dengan bahagia.
---
#GuruIndonesia #HumorPendidikan #Omjay #PahlawanTanpaTandaKehidupan #HariGuruNasional #MelintasID
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.