Kisah omjay
Bertanggung Jawab atas Mutu Guru: Siapa yang Harus Peduli?
Oleh: Wijaya Kusumah
Mutu guru adalah cermin mutu pendidikan. Tidak ada pendidikan yang maju tanpa guru yang bermutu. Namun, pertanyaan mendasarnya: siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas peningkatan mutu guru di Indonesia?
Kita sering menyalahkan guru yang dianggap kurang kompeten, gagap teknologi, atau lambat beradaptasi dengan perubahan zaman. Tapi jarang kita mengurai akar persoalan yang lebih dalam — bahwa tanggung jawab peningkatan mutu guru bukan hanya di pundak guru semata. Ada ekosistem besar yang seharusnya bergerak bersama: organisasi profesi, LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), pemerintah, yayasan penyelenggara pendidikan, dan tentu saja guru itu sendiri.
---
1. Organisasi Profesi: Wadah Penggerak dan Pelindung
Undang-Undang Guru dan Dosen telah menegaskan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi guru. Organisasi profesi bukan sekadar tempat berkumpul dan berfoto bersama, tetapi wadah untuk melindungi, memperjuangkan, dan mengembangkan profesionalisme guru.
Organisasi profesi harus aktif memberikan pelatihan, advokasi, serta pendampingan kepada anggotanya. Ketika ada kebijakan yang merugikan guru, mereka harus berdiri paling depan untuk membela. Ketika ada peluang peningkatan kompetensi, organisasi profesi wajib memfasilitasi.
Namun, dalam praktiknya, masih banyak organisasi profesi guru yang belum sepenuhnya menjalankan peran itu dengan maksimal. Beberapa bahkan lebih sibuk mengurusi urusan internal dan jabatan ketimbang mendampingi anggotanya di lapangan. Sudah saatnya organisasi profesi kembali kepada ruh-nya: menjadi penjaga mutu dan martabat guru.
---
2. LPTK: Pabrik Guru yang Harus Menjamin “Layanan Purna Jual”
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) ibarat pabrik mobil yang menghasilkan kendaraan (guru) untuk masyarakat. Pabrik mobil yang baik tak hanya menjual produknya, tetapi juga menyediakan layanan purna jual — servis, suku cadang, dan pembaruan teknologi. Begitu pula LPTK.
LPTK tidak boleh berhenti ketika mahasiswanya diwisuda. Mereka harus senantiasa mengevaluasi kurikulum, menjalin kerja sama dengan sekolah, dinas pendidikan, dan lembaga penjamin mutu, agar lulusan yang dihasilkan siap menjawab tantangan pendidikan masa depan.
Kurikulum pendidikan guru harus dinamis, menyesuaikan dengan kebutuhan zaman — terutama di era digital, kecerdasan buatan, dan pembelajaran berbasis kompetensi. Bila LPTK gagal beradaptasi, maka guru-guru muda akan lahir dengan bekal yang usang, jauh tertinggal dari kebutuhan dunia nyata pendidikan.
---
3. Pemerintah: Penentu Arah dan Penyedia Sumber Daya
Tanggung jawab besar juga terletak di tangan pemerintah — baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Negara wajib menganggarkan dana dan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru.
Namun, banyak pelatihan yang digelar hanya sekadar formalitas — lebih sibuk dengan laporan administrasi ketimbang hasil nyata di kelas. Pelatihan guru seharusnya berorientasi pada praktik, refleksi, dan dampak terhadap pembelajaran siswa, bukan hanya pada seremonial dan sertifikat.
Pemerintah juga perlu memastikan kebijakan tunjangan profesi guru (TPG) tidak hanya berhenti pada aspek kesejahteraan, tetapi benar-benar berdampak pada peningkatan mutu dan motivasi guru untuk terus belajar. TPG semestinya menjadi bahan bakar bagi guru agar semakin profesional, bukan sekadar tambahan pendapatan.
---
4. Yayasan dan Penyelenggara Pendidikan: Mitra Strategis
Di sekolah swasta, yayasan atau penyelenggara lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab yang sama pentingnya. Mereka tidak boleh hanya menuntut hasil tinggi tanpa investasi pada kualitas guru.
Yayasan harus menyediakan dukungan untuk pelatihan, sertifikasi, dan peningkatan kompetensi guru. Kerja sama dengan pemerintah dan dunia usaha bisa menjadi langkah strategis untuk membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan.
Yayasan yang bijak akan sadar bahwa guru yang berkualitas adalah aset utama lembaga. Tanpa guru hebat, sekolah tak akan punya daya saing.
---
5. Guru: Aktor Utama Peningkatan Mutu
Akhirnya, tanggung jawab terbesar tetap berada di tangan guru itu sendiri. Guru adalah pembelajar sejati. Dunia terus berubah, dan guru harus mau berubah bersama waktu.
Guru wajib meningkatkan kompetensinya — pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Salah satu tujuan adanya TPG adalah agar guru memiliki sumber daya finansial untuk mengembangkan diri, misalnya membeli buku, mengikuti seminar, atau mengambil sertifikasi tambahan.
Guru yang bermutu bukan yang paling pintar, tapi yang paling mau belajar. Di era digital, akses belajar terbuka lebar — dari webinar, komunitas daring, hingga platform pembelajaran mandiri. Tak ada alasan untuk berhenti belajar.
---
Penutup: Gotong Royong untuk Mutu Guru Indonesia
Peningkatan mutu guru tidak bisa dilakukan secara parsial. Ia memerlukan gotong royong lintas lembaga: organisasi profesi yang aktif, LPTK yang adaptif, pemerintah yang berpihak, yayasan yang peduli, dan guru yang terus belajar.
Jika semua pihak menjalankan tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh, kita akan melihat perubahan nyata: guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat — sekaligus murid yang tumbuh dalam suasana belajar yang inspiratif.
Karena sejatinya, mutu guru adalah investasi terbesar bagi masa depan bangsa.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.