Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah

Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com

Selasa, 30 September 2025

Mengenang Kembali Sejarah Gerakan 30 September PKI yang Gagal Kudeta

Kisah Omjay

Gerakan Pengkhianatan PKI 30 September 1965: Sejarah Kelam yang Tak Terlupakan

Tanggal 30 September 1965 menjadi salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia. Peristiwa yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G30S/PKI) bukan hanya soal perebutan kekuasaan, tetapi juga tragedi kemanusiaan yang meninggalkan luka mendalam. Hingga kini, bayang-bayang pengkhianatan itu tetap menjadi peringatan bagi bangsa Indonesia untuk tidak lengah terhadap ideologi yang ingin meruntuhkan Pancasila.

Awal Mula G30S/PKI

Pada dekade 1960-an, Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang menjadi partai komunis terbesar di luar Uni Soviet dan Tiongkok. Dengan jumlah anggota yang mencapai jutaan orang, PKI semakin berani menunjukkan ambisinya untuk menjadi kekuatan politik dominan. Melalui propaganda, infiltrasi ke berbagai organisasi massa, hingga upaya masuk ke tubuh militer, PKI berusaha memperluas pengaruhnya.

Namun, kekuatan PKI menimbulkan kecurigaan dan ketegangan dengan kalangan militer, khususnya TNI Angkatan Darat. Para jenderal dianggap sebagai penghalang utama cita-cita mereka. Maka, dirancanglah sebuah gerakan yang pada akhirnya menjadi catatan hitam: Gerakan 30 September 1965.

Malam Kelam Penculikan dan Pembunuhan

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan bersenjata yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September” bergerak. Mereka menculik tujuh perwira tinggi Angkatan Darat:

Jenderal Ahmad Yani

Letjen Suprapto

Letjen MT Haryono

Letjen S Parman

Mayjen D.I. Panjaitan

Mayjen Sutoyo Siswomiharjo

Kapten Pierre Tendean (perwira muda yang ikut menjadi korban karena menggantikan Jenderal Nasution yang berhasil melarikan diri).

Para jenderal itu dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur, lalu dibunuh dengan cara yang kejam. Jenazah mereka ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Peristiwa ini mengejutkan seluruh bangsa Indonesia.

Dampak Sosial dan Politik

Kabar pembunuhan para jenderal menyebar cepat. Presiden Soekarno ketika itu berada dalam posisi sulit, namun Mayjen Soeharto segera mengambil kendali keadaan. Ia menggerakkan pasukan untuk menumpas pemberontakan, dan pada hari-hari berikutnya, PKI dituding sebagai dalang utama.

Sejak saat itu, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia, dan paham komunisme tidak boleh lagi hidup di bumi Pertiwi. Namun, dampak sosial yang ditimbulkan begitu besar. Terjadi konflik horizontal, pembantaian massal, dan banyak masyarakat yang menjadi korban karena dicurigai sebagai simpatisan PKI.

Tragedi ini bukan hanya meninggalkan luka politik, tetapi juga luka sosial yang panjang. Hingga kini, pembahasan tentang peristiwa 1965 sering memunculkan perdebatan. Namun satu hal yang pasti: peristiwa itu adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan ideologi Pancasila.

Sejarah dalam Dunia Pendidikan

Generasi 1970-an hingga 1990-an sangat akrab dengan film “Pengkhianatan G30S/PKI” karya Arifin C. Noer yang diputar setiap tanggal 30 September malam di TVRI. Film itu menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan PKI terhadap para jenderal.

Selain melalui film, sekolah-sekolah juga menekankan pentingnya memahami peristiwa ini sebagai bagian dari pelajaran sejarah nasional. Pesannya jelas: jangan pernah melupakan sejarah kelam bangsa, karena dari sanalah kita belajar untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Kisah Nyata Omjay Saat Masih Sekolah

Omjay, yang kini dikenal sebagai Guru Blogger Indonesia, masih menyimpan ingatan kuat tentang bagaimana ia belajar sejarah G30S/PKI semasa sekolah.

> “Saya masih ingat jelas ketika duduk di bangku SD hingga SMP. Setiap akhir September, guru sejarah kami selalu bercerita tentang pengkhianatan PKI. Bahkan, kami diwajibkan menonton film G30S/PKI di televisi nasional. Saya menontonnya bersama orang tua. Suasana rumah mendadak hening, hanya suara TV yang terdengar. Sebagai anak kecil, saya merasa ngeri sekaligus sedih melihat para jenderal disiksa. Saya masih ingat gambar Lubang Buaya yang begitu kelam.”

Pengalaman itu menanamkan kesadaran mendalam dalam diri Omjay kecil. Ia mengerti bahwa sejarah bukan sekadar catatan di buku, tetapi kenyataan pahit yang pernah dialami bangsa. Kini, sebagai guru, Omjay berusaha menyampaikan kisah itu kepada murid-muridnya dengan cara yang lebih humanis, melalui cerita, tulisan blog, hingga diskusi kelas.

Komentar Omjay, Guru Blogger Indonesia

Sebagai seorang pendidik dan penulis aktif di dunia digital, Omjay selalu menekankan pentingnya menuliskan kembali sejarah agar generasi muda tetap ingat.

> “Sejarah adalah guru terbaik. Sebagai guru blogger, saya ingin mengingatkan para siswa dan pembaca bahwa peristiwa kelam 30 September 1965 harus menjadi bahan renungan kita semua. Jangan pernah melupakan sejarah, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Kita boleh berbeda pendapat, tetapi jangan sampai terjebak pada ideologi yang ingin menghancurkan bangsa sendiri. Menulis tentang sejarah ini di blog atau media sosial adalah salah satu cara agar generasi muda tetap melek sejarah. Jangan biarkan lupa membuat kita lengah.”

Menurut Omjay, dunia digital saat ini bisa menjadi media untuk melawan lupa. Melalui tulisan, podcast, vlog, atau diskusi daring, generasi muda bisa terus diajak memahami sejarah. Dengan begitu, mereka tidak hanya tahu, tetapi juga sadar akan pentingnya menjaga persatuan bangsa.

Pelajaran untuk Generasi Muda

Peristiwa G30S/PKI mengajarkan kita beberapa hal penting:

1. Bahaya Ideologi yang Bertentangan dengan Pancasila
Komunisme yang menolak agama dan mengedepankan kekerasan jelas tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

2. Pentingnya Persatuan
Perpecahan akan memudahkan pihak luar maupun dalam negeri untuk menguasai bangsa ini.

3. Sejarah sebagai Guru
Generasi muda harus belajar dari masa lalu agar tidak mudah terprovokasi oleh ideologi transnasional yang berbahaya.

Penutup

Gerakan Pengkhianatan PKI 30 September 1965 adalah tragedi yang tak terlupakan dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa menjaga Pancasila dan persatuan bangsa adalah hal mutlak.

Bangsa ini harus terus mewariskan nilai-nilai perjuangan kepada generasi penerus, bukan hanya lewat buku teks, tetapi juga melalui cerita yang menyentuh hati. Sejarah kelam ini adalah pengingat bahwa kebersamaan, persatuan, dan kesetiaan pada Pancasila adalah benteng kokoh bangsa Indonesia.

Seperti kata Bung Karno: “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.” Dan seperti kata Omjay: “Sejarah bisa kita hidupkan kembali lewat tulisan, karena menulis adalah cara terbaik agar generasi muda tak pernah lupa.”

Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay 
Guru blogger Indonesia 
Blog https://wijayalabs.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.