Pendidikan Bermutu untuk Semua: Dari Pemikiran Omjay, Perjuangan PGRI, hingga Program Presiden
Pembukaan
Di setiap ruang kelas di negeri ini, selalu ada cerita perjuangan yang tak pernah tercatat di buku sejarah. Seorang guru yang berangkat dengan gaji pas-pasan, seorang murid yang belajar dengan perut kosong, atau sebuah sekolah sederhana yang tetap berdiri kokoh meski diterpa keterbatasan. Dari sinilah kita belajar bahwa pendidikan bukan sekadar urusan pemerintah, melainkan napas kehidupan bangsa. Pendidikan adalah harapan yang menyala di mata anak-anak, doa yang terucap dari bibir para orang tua, dan tekad yang tak pernah padam dari para guru.
Maka, ketika kita bicara pendidikan bermutu, sejatinya kita sedang bicara tentang masa depan Indonesia. Pendidikan yang bermutu adalah kunci untuk membuka pintu Indonesia Emas 2045—sebuah cita-cita besar yang hanya bisa terwujud jika setiap anak mendapatkan kesempatan belajar yang sama, dengan guru yang profesional, sekolah yang layak, dan dukungan penuh dari pemerintah serta masyarakat.
Pendidikan Bermutu, Hak Setiap Anak
Sejak awal berdirinya Republik ini, pendidikan ditempatkan sebagai salah satu tujuan utama berbangsa. Hal itu jelas tertulis dalam pembukaan UUD 1945, yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Namun dalam kenyataannya, masih banyak anak bangsa yang kesulitan mendapatkan pendidikan bermutu.
Di kota-kota besar, sekolah dengan fasilitas lengkap mudah dijumpai, tetapi di pelosok negeri, masih ada sekolah berdinding bambu dengan guru yang mengajar penuh keterbatasan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan bermutu belum merata. Padahal, setiap anak Indonesia, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sama.
Pendidikan bermutu bukan sekadar kurikulum yang baik atau fasilitas yang modern. Lebih dari itu, pendidikan bermutu adalah proses yang menghadirkan guru berkualitas, siswa yang sehat, lingkungan belajar yang aman, serta dukungan orang tua dan masyarakat.
Pemikiran Omjay: Guru Harus Menulis dan Berbagi
Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd, atau yang akrab disapa Omjay, merupakan sosok guru yang tak pernah lelah mendorong rekan-rekan sejawatnya untuk terus belajar dan berbagi. Melalui blog pribadinya, ia selalu menulis pengalaman, refleksi, hingga kritik konstruktif tentang dunia pendidikan.
“Guru yang menulis akan abadi,” begitu salah satu kalimat andalan Omjay. Baginya, pendidikan bermutu hanya bisa terwujud bila guru tidak berhenti meningkatkan kompetensi. Menulis adalah salah satu cara agar pengetahuan tidak hanya berhenti pada diri sendiri, tetapi bisa diwariskan untuk generasi berikutnya.
Omjay juga mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat bantu. Yang terpenting adalah hati seorang guru. Pendidikan yang sejati tidak akan pernah digantikan mesin, sebab di dalamnya ada nilai kasih sayang, keteladanan, dan keikhlasan. Pemikiran inilah yang membuat Omjay dipercaya banyak komunitas guru sebagai penggerak literasi.
Perjuangan PGRI untuk Guru dan Pendidikan
Selain peran individu guru seperti Omjay, organisasi profesi juga memegang peranan penting. PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) sejak lama menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan nasib guru.
Di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, PGRI terus menyuarakan isu-isu penting: mulai dari status dan kesejahteraan guru honorer, perlindungan hukum terhadap guru, hingga peningkatan kompetensi tenaga pendidik. PGRI juga aktif mendorong pemerintah agar kebijakan pendidikan benar-benar berpihak pada peningkatan kualitas, bukan hanya angka.
Salah satu perjuangan besar PGRI adalah mengawal sertifikasi guru dan tunjangan profesi agar tepat sasaran. Meski tidak jarang muncul hambatan birokrasi, PGRI tidak berhenti menjadi jembatan antara suara guru dan pemerintah. Karena bagi PGRI, pendidikan bermutu tidak mungkin tercapai jika guru masih dibebani dengan masalah kesejahteraan dan ketidakpastian status kerja.
PGRI pun rajin mengingatkan publik bahwa guru bukan hanya “pahlawan tanpa tanda jasa,” tetapi profesi yang mulia sekaligus harus dihargai secara layak.
Program Presiden Prabowo: Makan Bergizi Gratis
Di tengah perjuangan guru dan organisasi profesi, harapan baru muncul dari kebijakan pemerintah, khususnya program Presiden Prabowo Subianto. Salah satu program andalan yang menyentuh langsung dunia pendidikan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program ini menggantikan istilah lama “makan siang gratis” agar lebih menekankan kualitas gizi daripada sekadar kenyang. Tujuan MBG jelas: memastikan setiap anak Indonesia mendapat asupan gizi yang cukup agar bisa tumbuh sehat, aktif, dan cerdas.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan asupan gizi seimbang akan lebih fokus dalam belajar, jarang sakit, dan memiliki prestasi akademik lebih baik. Dengan MBG, pemerintah tidak hanya memberi makan, tetapi juga membangun fondasi generasi emas 2045 yang kuat secara fisik dan mental.
Meski program ini membutuhkan biaya besar dan infrastruktur distribusi yang rapi, semangat di baliknya patut diapresiasi. Pendidikan bermutu tidak bisa dilepaskan dari kesehatan siswa. Dengan tubuh sehat, anak-anak bisa menyerap ilmu dengan maksimal.
Sinergi untuk Indonesia Emas 2045
Jika dilihat lebih dalam, pendidikan bermutu tidak bisa diwujudkan oleh satu pihak saja. Guru yang inspiratif, organisasi profesi yang solid, serta pemerintah yang visioner harus berjalan seiring.
Omjay dengan gerakan literasi dan keteladanannya, PGRI dengan perjuangan kolektifnya, serta Presiden Prabowo dengan program strategisnya, adalah contoh bagaimana peran yang berbeda bisa saling melengkapi.
Masyarakat juga punya tanggung jawab. Orang tua, media, dunia usaha, hingga komunitas harus ikut serta menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat. Pendidikan bermutu untuk semua hanya akan berhasil jika seluruh elemen bangsa terlibat.
Penutup
Pembaca yang terhormat, izinkan saya menutup dengan satu keyakinan: pendidikan bermutu untuk semua bukanlah mimpi yang terlalu tinggi, tetapi janji konstitusi yang wajib kita tunaikan. Guru telah berkorban, PGRI terus berjuang, dan pemerintah mulai melangkah dengan program besar seperti Makan Bergizi Gratis. Kini giliran kita semua, sebagai bangsa, untuk memastikan janji itu tidak berhenti di atas kertas.
Bayangkanlah Indonesia tahun 2045, seratus tahun kemerdekaan. Anak-anak yang hari ini duduk di bangku SD sudah menjadi pemimpin, ilmuwan, pengusaha, atau guru bagi generasi berikutnya. Mereka tumbuh dengan tubuh sehat, otak cerdas, dan hati yang penuh empati karena kita bersama-sama memperjuangkan pendidikan bermutu sejak hari ini.
Inilah kesempatan emas kita. Jika guru, PGRI, pemerintah, dan masyarakat bersatu, maka cahaya pendidikan itu akan menyinari setiap sudut negeri. Dan pada saat itu, dunia akan melihat Indonesia bukan lagi sebagai negara berkembang, tetapi sebagai bangsa besar yang benar-benar berdaulat karena telah mencerdaskan seluruh rakyatnya.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.