Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah

Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com

Rabu, 09 Februari 2022

Karpet Merah Untuk Guru Penggerak



Karpet Merah Untuk Guru Penggerak menjadi topik hangat diskusi para guru pelopor. Mereka yakin guru pelopor jauh lebih unggul daripada guru penggerak.

Sekarang ini istilah guru penggerak sudah dipakai oleh kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi. Seolah-olah hanya mereka yang menjadi guru penggerak yang bisa memimpin di sekolah. Karpet merah pun digelar. Mereka yang lulus pendidikan dan latihan guru penggerak akan dipromosikan menjadi kepala sekolah. Sementara mereka yang tidak ikut diklat guru penggerak tidak dipromosikan menjadi kepala sekolah.

Bagi saya ini sebuah lelucon lucu. Sebab mereka yang terpilih menjadi kepala sekolah adalah orang yang memang terpilih dan memiliki bakat kepemimpinan. Terkecuali buat mereka yang memang sengaja ditunjuk sebagai kepala sekolah oleh pimpinan yayasan sekolah swasta. Biasanya karena ada hubungan kekeluargaan atau koneksi. Lebih tepatnya dibilang KKN.

Tradisi di sekolah kami, kepala sekolah dipilih oleh guru dan wajib mengikuti tes seleksi yang dibuat oleh yayasan pembina UNJ. Tes seleksinya tidak mudah. Saya sendiri ikut merasakan tesnya. Mulai dari tes TOEFL sampai psikologi. Kemudian ada tes wawancara bersama dosen UNJ. Setelah itu kami wawancara dengan pimpinan yayasan dan presentasi program. Belum lagi ditambah dengan tes kesehatan dan tes tertulis.

Tes seleksi calon kepala sekolah tidak mudah. Jadi kalau hanya lewat seleksi calon guru penggerak yang katanya bagus itu, saya kok belum yakin. Sebab prosesnya saja masih mengundang banyak pertanyaan. Kalau jaringan internet anda lemot,maka sudah bisa dipastikan anda tak lolos program guru penggerak.

Kritik pedas buat program guru penggerak Kemdikbud ristek. Buat saya program ini hanya menghabiskan dana APBN saja. Tidak ada hal-hal baru saya temukan. Dulu namanya guru mitra dan guru imbas. Hanya ganti nama saja menjadi guru penggerak.

Seorang kawan bercerita. Untuk menjadi guru penggerak dibatasi usia. Jadi yang usianya tidak sesuai dengan kriteria guru penggerak, maka dianggap bukan guru penggerak. Lalu guru yang ada di kemenag dianggap bukan guru penggerak karena seleksinya hanya lewat SIM PKB Kemdikbudristek.

Mari kita melihat kembali sejarah perjuangan negara Indonesia. Saat itu ada yang bergabung dalam pasukan tentara nasional Indonesia dan ada yang bergabung sebagai pasukan gerilyawan. Mereka menjadi pasukan gerilyawan yang disegani. Baik kawan maupun lawan.

Pagi ini saya menonton film dokumenter sejarah perjuangan para pasukan TNI dan gerilyawan itu. Pasukan Belanda dibuat ketar ketir dan menderita. Mereka akhirnya ada yang mendukung dan membelot mendukung perjuangan rakyat Indonesia.


Setelah menyimak film dokumenter Belanda itu, buat kawan kawan yang tidak terpilih menjadi guru penggerak, tetaplah kita berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Kita berjuang menjadi guru pelopor dan bukan pengekor. Jadilah guru penggerak yang sebenarnya. Bukan guru yang digerakkan oleh Kemdikbudristek hanya karena ingin dipromosikan sebagai kepala sekolah.

Saat ini jabatan kepala sekolah kurang dilirik. Terlebih lagi oleh mereka yang ingin merdeka mengajar. Banyak kepala sekolah tidak merdeka karena sistem meminta mereka menghamba kepada penguasa dan bukan kepada murid. Padahal slogan yang dikampanyekan adalah menghamba pada murid dan bukan kepada penguasa.

Jadi karpet merah buat guru penggerak silahkan saja digelar. Kami tetap mendukung dan siap untuk memberi kritik pedas. Nanti sama-sama kita lihat kualitasnya. Lalu kita bandingkan dengan kualitas guru pelopor yang diseleksi oleh alam. Guru penggerak menggunakan dana APBN, guru pelopor menggunakan dana mandiri. Serahkan penilaian kepada dewan guru yang kritis di sekolah lalu perhatikan apa yang terjadi.

Salam blogger persahabatan

Omjay
Guru Blogger Indonesia



Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Karpet Merah Untuk Guru Penggerak", Klik untuk baca:

Kreator: Wijaya Kusumah




Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

42 komentar:

  1. Terimakasih ilmunya om jay, , alhamdulillah dapat pengetahuan buat jadikan referensi dalam diskusi

    BalasHapus
  2. Terimakasih wejangannya 😊🙏

    BalasHapus
  3. Membaca tulisan om Jay membuat api dihati berkobar tetap semngat menjadi guru gerilyawan

    BalasHapus
    Balasan
    1. guru gerilyawan yang tetap fokus mencerdaskan kehidupan bangsa, mari bergerak dengan hati pulihkan pendidikan.

      Hapus
  4. Mantabs omJay. Semoga tetap berkarya yang menggelitik

    BalasHapus
  5. Luar biasa.. Guruku yang satu ini...

    BalasHapus
  6. Terimakasih untuk pengetahuannya Pak...
    Sebuah artikel yang sangat bagus menurut saya. Tetap semangat Pak..☺️💪

    BalasHapus
  7. 👌👌👍👍👍👍🥳🥳🥳🥳🥰🥰🥰

    BalasHapus
  8. Terimakasih, remindernya Oom Jay. Sebagai bahan perenungan..bahwa guru yang merdeka jauh lebih menyamankan

    BalasHapus
  9. Jadi makin sulit prosesnya padahal guru pelopor mampu bergerak & menggerakan, lagi-lagi kini terbentur aturan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. seleksi alam jauh lebih berharga daripada seleksi kemdikbud

      Hapus
  10. Luar biasa,,,barokallah Om Jay,,😊👍

    BalasHapus
  11. Pemikirann yang luar biasa, mantulom jay

    BalasHapus
  12. Pemikiran yang membuat saya open mindset..untuk.menjadi guru yg tdk hanya di gerakan tapi yang bergerak dari hati dan panggilan...
    Terimakasih Om Jay..

    BalasHapus
  13. Wah keren tulisannya om, guru yang tidak bergerak langkahnya terbatas ya om...? Apalagi yang tidak punya predikat guru penggerak.... Semangat berliterasi omjay...👍

    BalasHapus
  14. Terus berbenah menjadi guru pelopor
    Salam litrasi guruku

    BalasHapus
  15. Terima kasih motivasinya Om Jay... Sehat-sehat terus .

    BalasHapus
  16. Assalamualaikum wr.wb. Ngapunten sebelumnya dengan tidak mengurangi hormat saya. Bagi saya mendaftar sebagai guru penggerak bukan untuk mencari kedudukan kursi merah pak.🙏... Kami dan saya khususnya ingin agar pendidikan ini maju. Tak lebih dan tak kurang. Saya pernah mengajar di pelosok ikut kemenag bahkan tidak digaji pak krn emis bermasalah. Tidak masalah bagi saya jika nantinya kami tidak mendapatkan janji itu. Bagi saya itu adalah bonus dari Allah. Tahukah pak Wijaya perjalanan menjadi guru penggerak sangat menyakitkan jatuh bangun membangun komunitas supaya mau tergerak, bergerak dan menggerakkan. Mereka mengece kami para guru penggerak tapi pada saat monggo ikut guru penggerak supaya tahu suka dukanya. Seperti teman2 saya ketika saya ajak yg mau saya merasa bersyukur krn ada teman yg semisi. Dan ada pula yg tidak mau tapi dia merasa dirinya lebih layak memimpin krn merasa sudah senior...tp setelah saya tanya lebih jauh krn alasan tak sanggup dg tugas cgp. Saya membangun semangatnya klu dia juga bisa namun alasannya anak dll. Pak Wijaya selama saya jd cgp setiap kali saya berfikir bagaimana cara merancang pembelajaran yg bagus bagi murid. Mereka tidak tahu perihnya kami...hinaan kami terima pak. Jika krn jabatan mereka menyakiti kami. Saya pribadi tidak menginginkan kursi merah itu. Cgp membangun pola pikir yang negatif menjadi energi positif ...demi kemajuan bersama. Krn bagi kami kolaborasi adalah pembangun yg kuat. Tulisan bapak membuat saya menangis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menangislah agar semua sesak dalam dada keluar. Kemudian lanjutkan perjuangan. Mari bergerak dengan hati untuk pulihkan pendidikan.

      Hapus
  17. Mudah-mudahan kita dimampukan meenjadi guru pelopor dan penggerak yang sebenarnya. Demi terciptanya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sebab generasi yang kita hadapi sekarang, memiliki karakter yang lebih sulit untuk diarahkan, akibat terdampak majunya teknologi. Maka tugas guru makin berat. Mari maju bersama, wujudkan generasi emas berkarakter profil pelajar Pancasila.

    BalasHapus
  18. Kereen tulisannya Om, menginspirasi baik isinya maupun rutinitas menulisnya

    BalasHapus
  19. Saya setuju dengan tulisan ini walaupun tidak 100%.
    1. Bahwa benar guru yg umurnya di atas 50 tahun tidak bisa jadi guru Penggerak, lantas termasuk guru apa antara umur 51 tahun s.d 60 tahun.
    Padahal usia matang2nya dan pengalamanya, dan artinya tidak bisa jadi kepala Sekolah.
    2. Guru-guru yg berada dibawah kementerian Agama jg tidak bisa menjadi guru Penggerak karena daftarnya melalui SIM PKB sementara guru2 MAN, MAS, MTs, MIS dan lainya tidak tergabung SIM PKB
    3. Parahnya awal2 sosialisasi Kabupaten yg menyelenggarakan sekolah Penggerak adalah IGI, lantas bagaimana dgn PGRI, dak dianggap begitu.

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.