Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah

Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com

Sabtu, 01 Desember 2007

MENGUPAS UN DAN US DI SMP

MENGUPAS UN DAN US DI SMP
(Upaya siswa, guru dan orang tua sebagai komunitas sekolah untuk turut bertanggung jawab dalam meningkatan mutu pembelajaran di sekolah)

Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (US) merupakan suatu rangkaian tes dari sistem penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan sekolah. Pentingnya UN dalam proses evaluasi belajar tidak diragukan lagi. Tetapi penentuan standar nilai minimal UN (4,25) sebaiknya tidak disamakan secara nasional. Banyaknya musibah yang terjadi di berbagai daerah, sekolah yang roboh akibat gempa dan bencana alam lainnya, harus membuat pemerintah berpikir untuk tidak menyamakan standar kelulusan UN. UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan US adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi siswa pada akhir pendidikan SMP sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang ditetapkan secara nasional.
Tujuan diadakan UN di Indonesia sangat bagus yaitu untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sayangnya tujuan yang mulia ini, di salah gunakan oleh oknum-oknum yang kurang bertanggung jawab yang akhirnya menimbulkan ketidak adilan.
Adanya UN digunakan untuk melanggengkan bisnis di bidang pendidikan. Padahal kegunaan UN adalah sebagai salah satu pertimbangan untuk : (1) Pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan ; (2) Seleksi masuk jenjang pendidikan siswa berikutnya ; (3) Penentuan kelulusan siswa dari suatu satuan pendidikan ; (4) Akreditasi satuan pendidikan ; (5) Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Hancurkan ketidak adilan
Sebagai guru, penulis menemukan ketidak adilan. Sekolah yang melakukan proses pendidikan dari mulai perencanaan sampai dengan evaluasi nampaknya sudah tidak lagi punya gigi. Adanya UN membuat bimbingan belajar bermunculan dengan brosur dan poster menggiurkan. Mereka mengklaim bahwa berkat bimbingan merekalah seorang siswa masuk sekolah favorit dan mendapat nilai 10 (sempurna). Peran sekolah terasa terabaikan. Bimbingan belajar yang cuma sebentar lebih dipercaya masyarakat ketimbang sekolah yang memproses belajarnya selama 3 tahun. Akhirnya, bimbingan belajar pun menjamur tak terbendung.
Selain itu, pemerintah nampaknya hanya memikirkan 3 mata pelajaran saja (Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris). Jadilah ketiga pelajaran ini primadona dan pelajaran lain seolah-olah terlupakan. Di sisi lain, siswa menganggap bahwa US (IPA, IPS, PLKJ, AGAMA, KN, dan TIK) jauh lebih berat daripada UN. Mengapa ? Karena siswa merasa UN dipersiapkan lebih matang oleh sekolah dengan adanya pendalaman materi atau driliing, sedangkan US yang standar kelulusan setiap mata pelajarannya 6,0 hanya dipersiapkan seadanya saja. Sekolah agaknya lebih mementingkan nilai UN daripada nilai US. Sekolah beranggapan bahwa UN harus lebih fokus dari US, karena menyangkut kredibilitas dan prestise sekolah.
UN dan US adalah dua sisi uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Namun kenyataannya, di mata pemerintah 3 nilai mata pelajaran yang di UN kan lebih diutamakan daripada nilai pelajaran lainnya. Rata-rata nilai UN seolah menjadi gengsi tersendiri bagi sebuah sekolah. Sekolah akan bangga bila ternyata menempati peringkat 10 besar tingkat nasional. Media masa pun berebut untuk mempublikasikan sekolah itu. Seolah-olah bagusnya sebuah sekolah hanya ditentukan oleh ketiga pelajaran yang di UN-kan saja. Bahkan, jumlah ketiga nilai pelajaran ini pun telah menjadi syarat mutlak untuk memasuki sekolah SMA negeri favorit, tanpa harus di tes ulang lagi dengan alasan efisiensi anggaran.
Sebagai guru saya setuju adanya UN, tetapi caranya harus lebih diperbaiki. Beberapa kecurangan UN yang terjadi, itu disebabkan karena sekolah merasa takut ada siswanya yang tidak lulus. Tak perlu ada peringkat, sehingga sekolah-sekolah yang berada dalam posisi bawah tidak merasa dikerdilkan. Cukup dengan penulisan nama abjad sekolah dari A sampai Z.
Pemerintah bekerjasama dengan media masa harus menghilangkan image bahwa sekolah yang bagus bukan teletak pada hasil UN yang bagus di sekolah tersebut. Kalau image ini dapat dihilangkan, dan masyarakat sudah mampu menilai bagus tidaknya sebuah sekolah, pastilah citra sebuah sekolah tidak lagi pada hasil nilai UN, tetapi pada kredibilitas sekolah di masyarakat yang merasa terpuaskan dengan pelayanan di sekolah itu. Sekolah yang bagus lebih terletak pada dedikasi dan komitmen para gurunya, kedisiplinan dan motivasi belajar siswa, serta peran serta orang tua siswa di dalam memajukan mutu pendidikan di sekolah itu. Ketiga komponen itu (guru, siswa, dan orang tua) harus menyatu dalam sebuah komunitas sekolah yang saling mendukung, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan UN dan US.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang disusun sesuai ketentuan yang diatur dalam Permendiknas Nomor 23 tahun 2006. Artinya sekolah harus sudah mensosialisasikan SKL yang harus dkuasai siswa dalam UN dan US jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan ujian. Sosilaisasi itu penting agar siswa, guru dan orang tua fokus terhadap tujuan penyelenggaran UN dan US.
Sekolah-sekolah yang mempunyai dana cukup besar dapat melakukan proses drilling atau pendalaman materi yang di UN-kan. Dengan drilling soal-soal anak dilatih untuk mengerjakan soal-soal. Sekolah bagus atau papan atas akan berada di atas angin, karena mereka dapat menggenjot siswanya dengan proses drilling, tetapi sekolah papan bawah, yang jelas serba kekurangan tidak dapat melakukan proses drilling karena tak sanggup membayar guru yang mengajar.
Siapa pun tahu bila siswa digenjot dengan proses drilling atau pendalaman materi, siswa bodoh pun akan menjadi pintar, karena selalu diulang dan diulang sampai akhirnya siswa tersebut bisa. Inilah yang terjadi pada siswa yang mengikuti bimbingan belajar. Rata-rata siswa yang mengikuti bimbingan belajar hasilnya akan sangat memuaskan karena adanya proses drilling itu.
Harian Kompas, 11 Juli 2007 menulis ”SMA Unggulan Bercuriga”. Nilai pendaftar yang ”Konsisten” Cuma 20 persen. Beberapa sekolah unggulan melakukan penelitian, khususnya di SMA Negeri 8 Jakarta, dari 100 orang yang mendapat nilai 10 (sempurna) diuji kembali dengan soal UN yang sama, ternyata hanya 20 anak atau sekitar 20 persen siswa yang menunjukkan proses konsisten. Menyikapi hal itu sekolah tidak berprasangka buruk dan hanya tersenyum-senyum saja. SMAN 8 juga pernah mengadakan tes internal serupa dua tahun lalu, tetapi dengan menggunakan soal internal. Hasilnya juga membuat para penyelenggara pendidikan di sekolah itu penasaran. Ada satu anak yang mempunyai nilai paling tinggi atau peringkat pertama waktu masuk sekolah ini dua tahun lalu, tetapi setelah tes internal itu, hanya menduduki peringkat 185 dari 360 anak. Berangkat dari fenomena di atas, ternyata drilling dapat meningkatkan nilai siswa, tetapi tidak dapat mempertahankan nilai siswa agar tetap konsisten dengan nilainya. Dari pengamatan penulis pun demikian, rata-rata anak-anak yang telah mengikuti pendalaman materi UN, prestasi belajarnya meningkat di 3 mata pelajaran tersebut..
Melalui proses drilling pelatihan soal, dapat dipastikan siswa SMP yang mengikutinya mendapatkan nilai tinggi. Sehingga rata-rata mereka mendapat sekolah yang baik pula. Di sekolah kami, SMP Labschool Jakarta ada 107 siswa yang mendapat nilai 10 untuk pelajaran matematika. Tetapi untuk mereka yang tidak mengikuti proses drilling, rata-rata mendapatkan nilai rendah. Mengapa?. karena mereka tidak pernah berlatih. Persis seorang atlet yang akan bertanding dalam sebuah kejuaraan, bila dia sering latihan, maka prestasi baik akan dia raih dan dia akan menjadi pemenangnya. Para pemenang biasanya membebani diri dengan persiapan dan bukan kemenangan.
Seorang perenang harus berlatih dan mempersiapkan diri berbulan-bulan bahkan tahunan hanya untuk berlomba sekian menit bahkan detik di gelanggang renang yang berbeda. Seorang atlet angkat besi telah melakukan ribuan kali angkatan untuk menunjukkan kemampuannya mengangkat sekali saja dalam turnamen angkat besi. Begitupun seorang bintang sepak bola melakukan tembakan ribuan kali untuk menghasilkan satu gol di gawang lawan. Lantas bagaimana dengan sekolah yang melaksanakan US, haruskah para siswa berlatih layaknya seorang atlet?
Ujian Sekolah yang Berkualitas
US adalah evaluasi yang dilakukan oleh sekolah. US adalah jati diri sebuah sekolah. Jati diri akan terbangun bila kita kredibel dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita lakukan. US harus dapat mencetak kader pemimpin bangsa yang andal dan berwawasan IMTAK dan IPTEK yang tinggi. Sekolah harus dapat memberikan pelayanan untuk meningkatkan spiritualitas, menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, menyejukkan, mencerdaskan, mengembangkan bakat, minat, kemampuan, dan kreativitas siswa. Sehingga kualitas lulusan sekolah dapat teruji di masyarakat karena menghasilkan siswa yang memiliki integritas moral dan intelektualitas tinggi.
Hasil dari US harus juga mampu menghasilkan siswa yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial, fisik, dan kultural. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan kerja sama yang harmonis antara orang tua siswa, komite sekolah, dan masyarakat dalam rangka peningkatan prestasi akademik siswa.
US akan berhasil baik, manakala peran guru juga tidak terabaikan. Peran guru terlihat dari 10 kemampuan dasar guru yaitu : (1) mengembangkan kepribadian, (2) menguasai landasan pendidikan, (3) menguasai bahan pengajaran, (4) menguasai program pengajaran, (5) melaksanakan program pengajaran, (6) menilai hasil dan proses belajar mengajar, (7) menyelenggarakan program bimbingan, (8) menyelenggarakan administrasi sekolah, (9) berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat, dan (10) menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran agar menjadi semakin baik.
Sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa bila suatu sekolah dapat meluluskan 100% siswanya dalam UN, maka sekolah tersebut baik. Tetapi bila sekolah tersebut tidak meluluskan siswa dalam US, masyarakat akan mengganggap biasa-biasa saja. Bahkan kecurangan dan kebocoran soal yang dilakukan oleh sekolah penyelenggara jarang sekali terekspos dan tercium oleh para kuli tinta. Padahal kalau kita mau jujur, kecurangan dan kebocoran soal lebih banyak dilakukan pada saat ujian US dilaksanakan. Betapa tidak, siswa dinyatakan lulus US apabila memiliki rata-rata minimal 6,00. Lebih tinggi daripada batas nilai UN yang 4,25 itu.
Kejujuran harus dimiliki oleh siswa dan guru. Ketika kejujuran terpinggirkan, maka ahklak menjadi rusak. Bila sebuah sekolah tidak memiliki kejujuran, maka rusaklah sekolah itu yang pada gilirannya tidak dapat meluluskan siswa yang berkualitas baik. US harus dapat menghasilkan lulusan siswa yang berkualitas baik dengan karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran, dan cakap dalam memimpin. Kelulusan siswa di SMP harus dapat menyelesaikan seluruh program pembelajaran dengan baik, memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, Lulus US untuk kelompok mata pelajaran IPTEK dan lulus UN dengan nilai rata-rata memuaskan.
Banyak kunci menuju gerbang kesuksesan, dan untuk memperolehnya diperlukan perjuangan yang terus menerus tiada henti. Suatu sekolah sudah harus mempersiapkan anak didiknya untuk mampu mengikuti UN dan US dengan target-target yang telah ditetapkan. Untuk mencapai target yang diinginkan, sekolah harus senantiasa membayangkan keinginan tersebut dengan penggambaran sekolah ingin menjadi seperti apa. Bagaimana jadinya seorang yang bercita-cita menjadi juara renang kalau takut menyentuh air, dan bagaimana mungkin seorang juara bela diri muncul kalau takut dipukul lawan. Semua juara sadar bahwa untuk sebuah medali diperlukan 1% ide dan 99% keringat. Guna memantapkan tujuan-tujuannya, bagi seorang juara, selain fokus pada tujuan juga melakukan aktivitas bertanya, membaca, dan mendengarkan. Begitupun dengan komunitas yang ada di sekolah.
Karena itu, sekolah harus kreatif membuat program-program yang dapat meningkatkan nilai UN dan US. Beberapa upaya sekolah dalam meningkatkan nilai UN dan US yaitu : melakukan potensial mapping, memberi pembekalan kepada siswa tentang kiat menghadapi UN dan US kepada siswa, mensosialisasikan UN dan US kepada orang tua siswa termasuk biaya tambahan untuk persiapan kegiatan, melaksanakan program Sukses Ujian Nasional (SUN), Pendalaman materi UN / pembahasan soal, penambahan jam pelajaran UN di semester II, try out mandiri dan try out bersama sekolah lain, pelatihan motivasi berprestasi / AMT untuk siswa yang mengalami masalah dalam belajar, melakukan doa bersama, dan melibatkan pengurus komite sekolah atau POMG untuk mendukung kegiatan UN.
Pemerintah kita dalam hal ini Depdiknas telah berupaya untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan. Tugas kitalah para guru untuk melakukan pencerahan agar pelaksanaan UN yang telah dicanangkan oleh pemerintah dan DPR menjadi semakin baik. Pers, dan orang tua siswa atau masyarakat harus bersinergi mencari solusi terbaik agar pelaksanaan UN menjadi lebih baik lagi. Kondisi daerah yang tidak sama, harus membuat pemerintah terus berpikir mencari cara-cara yang efektif dalam melaksanakan UN.
Akhirnya UN dan US hanya sebuah evaluasi pendidikan yang harus terus di sempurnakan. Sudah seyogyanya semua pelajaran disamakan mutunya melalui Ujian Daerah (UD) yang dikelola oleh dinas pendidikan setempat. Pemberdayaan dinas pendidikan di tiap kota dan propinsi akan membuat pelaksanaan UN menjadi lebih baik. Kegiatan-kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) harus lebih ditingkatkan lagi. Sehingga melahirkan kegiatan yang dapat membantu sekolah agar dapat meluluskan siswanya dengan nilai memuaskan. Kita berharap, standar nilai minimal terus meningkat. Peran masyarakat harus lebih diberdayakan. Maju mundurnya pendidikan ini juga terletak pada peran serta orang tua dan masyarakat di sekolah. Media masa juga harus memberikan pencerahan bahwa UN hanyalah sebuah alat untuk mengukur secara nasional kompetensi siswa. Justru saat inilah kita bahu membahu membantu pemerintah untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat UUD (Undang-Undang Dasar), bukan Ujung-Ujungnya Duit. Oknum-oknum yang menjadikan pendidikan lahan bisnis pribadi hendaknya sadar bahwa pendidikan harus diberikan untuk semua rakyat Indonesia. Akankah kita semua menyatu menjadi sebuah jeruk manis? Bila dikupas, terasa harum baunya dan lezat buahnya ketika di makan?.Mari kita kupas buah jeruk manis itu beramai-ramai.

PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIS



Dengan ini saya menyatakan bahwa makalah yang berjudul:

MENGUPAS UN DAN US DI SMP
(Upaya siswa, guru dan orang tua sebagai komunitas sekolah untuk turut bertanggung jawab dalam meningkatan mutu pembelajaran sekolah)

yang saya kirim untuk diseleksi dalam Konferensi Guru Indonesia 2007 adalah benar hasil karya saya sendiri.

*Makalah tersebut:
R belum pernah dipublikasikan sebelumnya dalam forum resmi atau penerbitan apapun.

* Beri tanda √ pada keterangan yang sesuai

Saya bertanggung jawab sepenuhnya dan akan menerima tindakan apapun yang diambil panitia penyelenggara Konferensi Guru Indonesia 2007 apabila di kemudian hari diketahui bahwa informasi yang saya tuliskan di atas tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Jakarta, 16 Juli 2007





( Wijaya Kusumah, S.Pd)

BIO DATA PENULIS


1. NAMA PENULIS : WIJAYA KUSUMAH, S.PD

2. TTL : JAKARTA, 28 OKTOBER 1972

3. JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

4. AGAMA : ISLAM

5. MENGAJARKAN MAPEL : TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI

6. NAMA SEKOLAH : SMP LABSCHOOL JAKARTA

7. ALAMAT SEKOLAH : JL. PEMUDA KOMP.UNJ RAWAMANGUN
JAKTIM 13220 TELP. 47860038
FAX. 4897283

8. ALAMAT RUMAH : JL. BINTAN B.144 KOMP. AL JATIBENING
INDAH PONDOK GEDE BEKASI
TELP. 021 8482225 HP. 08159155515




Jakarta, 16 Juli 2007
Penulis Makalah,



Wijaya Kusumah, S.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.