Bubarkan DPR? Bukan Suara Orang Tolol, Tapi Jeritan Rakyat
Di berbagai media sosial, seruan “Bubarkan DPR!” semakin nyaring terdengar. Ada yang menanggapinya dengan sinis, menyebut orang-orang yang menyerukan hal itu sebagai “tolol” atau tidak paham konstitusi. Namun, mari kita berhenti sejenak dan bertanya: benarkah rakyat yang bersuara lantang itu tolol? Ataukah justru mereka yang paling sadar bahwa lembaga tinggi negara bernama DPR telah jauh melenceng dari fungsi mulianya?
DPR dan Citra Buram di Mata Rakyat
Secara teori, Dewan Perwakilan Rakyat adalah jantung demokrasi. Mereka diberi mandat untuk membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, serta menyerap aspirasi rakyat. Tapi fakta di lapangan sering membuat rakyat geleng-geleng kepala.
Survei yang dirilis LSI (Lembaga Survei Indonesia) beberapa waktu lalu menempatkan DPR di posisi bawah dalam hal tingkat kepercayaan publik. Hanya sekitar 40% masyarakat yang masih percaya. Selebihnya apatis atau bahkan muak.
Alasannya jelas. Dari skandal korupsi, absensi rapat yang buruk, pernyataan arogan, hingga UU kontroversial yang disahkan tanpa mendengar rakyat, DPR kerap menjadi sumber kekecewaan.
Beberapa kasus yang mencederai kepercayaan rakyat:
1. Kasus Korupsi E-KTP (2011–2014)
Banyak anggota DPR disebut dalam mega skandal ini. Proyek bernilai Rp 5,9 triliun itu merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Nama-nama besar muncul, tapi publik hanya melihat sebagian kecil yang dijatuhi hukuman.
2. UU Cipta Kerja (2020)
Undang-undang ini disahkan dengan terburu-buru di tengah pandemi. Banyak pasal dianggap lebih menguntungkan pengusaha ketimbang pekerja. Demo besar-besaran pun pecah di berbagai kota, namun DPR tetap bergeming.
3. Pernyataan Anggota DPR soal “Tidak Level dengan Rakyat Jelata” (2025)
Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan ucapan seorang anggota DPR yang menolak disebut dekat dengan rakyat jelata karena merasa tidak selevel. Pernyataan ini menambah daftar panjang kesombongan wakil rakyat.
4. Tunjangan Rumah 50 Juta per Bulan
Saat rakyat masih kesulitan beli beras dan membayar listrik, DPR justru ramai-ramai menyetujui fasilitas dan tunjangan fantastis. Ketimpangan ini membuat rakyat makin geram.
Dari deretan contoh di atas, wajar bila rakyat merasa DPR tidak lagi mewakili mereka, melainkan hanya menjadi kumpulan elite politik yang sibuk mengurus kepentingannya sendiri.
Bubarkan atau Benahi?
Seruan “bubarkan DPR” sesungguhnya adalah ekspresi kekecewaan mendalam. Rakyat mungkin paham bahwa secara konstitusi DPR tak bisa serta-merta dibubarkan, kecuali ada perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan. Namun, seruan itu adalah alarm keras bahwa ada yang salah.
Yang paling realistis bukan membubarkan DPR, melainkan membenahi DPR secara total. Ada beberapa langkah yang seharusnya dilakukan:
1. Seleksi Caleg yang Benar-benar Ketat
Partai politik jangan hanya mengutamakan orang yang punya uang atau popularitas. Integritas dan kapasitas harus menjadi syarat utama. Bagaimana mungkin wakil rakyat lahir dari proses yang kotor, tapi diharapkan bersih saat berkuasa?
2. Transparansi dalam Setiap Proses
Sidang-sidang DPR harus bisa diakses publik. Dokumen rancangan undang-undang jangan hanya disimpan rapat-rapat. Rakyat punya hak tahu apa yang diperbincangkan oleh wakil mereka.
3. Sanksi Tegas bagi Anggota Bermasalah
Jangan biarkan anggota DPR yang absen berbulan-bulan atau yang merendahkan rakyat tetap duduk manis. Harus ada mekanisme pencopotan cepat agar kursi DPR tidak dijadikan tempat tidur empuk.
4. Partisipasi Publik yang Lebih Luas
DPR harus membuka ruang diskusi langsung dengan masyarakat sebelum membuat kebijakan. Tidak boleh lagi ada UU yang lahir di tengah malam tanpa masukan rakyat.
Suara Rakyat Bukan Tolol
Ketika rakyat berteriak “Bubarkan DPR!”, jangan buru-buru mencapnya tolol. Itu adalah suara hati, jeritan panjang dari mereka yang sudah lama dipinggirkan.
Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay), seorang guru dan penulis yang aktif menyuarakan kritik pendidikan, pernah menegaskan:
> “Kalau wakil rakyat tak lagi mewakili, rakyat punya hak untuk marah. Jangan salahkan rakyat bila kecewa, salahkanlah para wakil yang mengkhianati janji.”
Ucapan Omjay ini mengingatkan kita bahwa kepercayaan rakyat adalah modal utama demokrasi. Tanpa itu, DPR hanya tinggal gedung megah yang berisi orang-orang yang kehilangan legitimasi moral.
Demokrasi Tanpa Kepercayaan
Bahaya terbesar dari hilangnya kepercayaan pada DPR bukan sekadar seruan bubarkan lembaga, tapi matinya partisipasi rakyat dalam demokrasi. Bila rakyat sudah apatis, tidak lagi percaya pada pemilu, maka demokrasi akan rapuh.
Bayangkan, berapa banyak rakyat yang memilih golput karena merasa semua caleg sama saja. Bayangkan pula, berapa banyak anak muda yang kehilangan semangat memperjuangkan idealisme karena politik dianggap kotor.
Seruan bubarkan DPR harus dibaca bukan sebagai kebodohan, tapi sebagai peringatan dini: kalau DPR tidak segera berubah, demokrasi kita bisa runtuh dari dalam.
Penutup
Apakah DPR harus dibubarkan? Tidak. Tapi apakah DPR harus direformasi habis-habisan? Jawabannya: YA!
Rakyat tidak lagi butuh wakil yang hanya pandai berdebat di televisi, berfoto dengan senyum palsu saat reses, lalu menghilang setelah pemilu. Rakyat butuh wakil yang benar-benar mendengar, memperjuangkan, dan merasakan penderitaan mereka.
Jangan sekali-kali meremehkan suara rakyat dengan menyebutnya tolol. Sebab sejarah telah membuktikan, suara rakyat yang diremehkan bisa mengguncang kekuasaan. Dari Reformasi 1998 hingga berbagai gelombang protes di dunia, semuanya lahir dari jeritan rakyat kecil yang dianggap tak berdaya.
Jadi, kalau hari ini ada yang menyerukan “Bubarkan DPR!”, jangan anggap itu lelucon. Itu adalah sinyal bahwa kepercayaan sedang runtuh. Tugas para wakil rakyat bukan marah atau membela diri, melainkan membuktikan dengan kerja nyata bahwa mereka masih pantas disebut wakil rakyat.
Kalau tidak, cepat atau lambat, rakyat akan benar-benar membubarkan DPR. Bukan lewat teriakan, tapi lewat kekuatan demokrasi yang sesungguhnya.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.