Selamat Datang di Blog Wijaya Kusumah

Untuk Pelayanan Informasi yang Lebih Baik, maka Isi Blog Wijaya Kusumah juga tersedia di blog baru di http://wijayalabs.com

Rabu, 20 Agustus 2025

pendidikan bermutu untuk semua

Pendidikan Bermutu untuk Semua: Aspirasi Menuju Indonesia Emas

Pendidikan adalah jantung peradaban sebuah bangsa. Ia bukan hanya sekadar ruang kelas dengan meja, kursi, papan tulis, dan buku pelajaran, melainkan sebuah proses panjang membentuk karakter, menumbuhkan kecerdasan, dan melahirkan generasi yang siap menghadapi tantangan zaman. Karena itu, aspirasi pendidikan bermutu untuk semua harus menjadi komitmen bersama, bukan sekadar jargon atau cita-cita kosong di atas kertas.

Di tengah gempuran era digital, transformasi pendidikan menjadi tuntutan. Namun, kita masih melihat kesenjangan yang nyata: ada sekolah yang sudah mengadopsi teknologi canggih, sementara sekolah lain masih berjuang dengan fasilitas seadanya. Ada daerah yang mudah mengakses internet, tetapi di pelosok Nusantara, sinyal masih menjadi barang mewah.

Maka, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: bagaimana mewujudkan pendidikan bermutu yang benar-benar bisa diakses oleh semua anak Indonesia, tanpa terkecuali?

---

Pendidikan Sebagai Hak, Bukan Sekadar Akses

Konstitusi kita, UUD 1945, menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Namun, hak itu belum sepenuhnya terwujud dengan kualitas yang merata.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, angka rata-rata lama sekolah di Indonesia baru mencapai 8,84 tahun, atau setara kelas 2 SMP. Artinya, banyak anak Indonesia yang belum menamatkan pendidikan menengah. Di daerah perkotaan, angka ini bisa lebih tinggi, tetapi di pedesaan, terutama di Papua dan Nusa Tenggara Timur, masih jauh tertinggal.

Pendidikan bermutu berarti bukan hanya memberi akses, tetapi juga memastikan mutu yang sama, baik di kota maupun desa. Anak-anak dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote, berhak memperoleh ilmu dengan kualitas yang setara.

---

Peran Guru: Pilar Pendidikan Bermutu

Guru adalah ujung tombak. Tanpa guru yang berkualitas, pendidikan bermutu hanya akan jadi mimpi. Namun, kesejahteraan dan penghargaan terhadap guru masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.

Di Indonesia, jumlah guru honorer masih cukup tinggi. Menurut data Kemdikbudristek, sekitar 36% guru di Indonesia masih berstatus honorer, dengan gaji rata-rata di bawah UMK. Padahal, mereka mengemban peran vital dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Selain itu, guru dituntut untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dari metode konvensional ke pembelajaran berbasis digital, guru harus mampu menjadi fasilitator sekaligus inspirator.

Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay), Guru Blogger Indonesia:

> "Pendidikan bermutu itu lahir dari hati yang tulus seorang guru. Teknologi bisa membantu, kurikulum bisa berubah, tetapi ketulusan guru dalam mendidik tidak boleh hilang. Pendidikan bermutu untuk semua baru bisa terwujud bila guru diberi ruang untuk berkembang dan diberi penghargaan yang layak."

Komentar Omjay ini menjadi pengingat bahwa aspek humanis dalam pendidikan tidak boleh diabaikan, meski dunia bergerak menuju era kecerdasan buatan (AI) dan digitalisasi.

---

Kurikulum dan Relevansi dengan Zaman

Salah satu tantangan besar adalah menyiapkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan abad 21. Dunia kerja berubah cepat, banyak pekerjaan lama hilang, sementara pekerjaan baru bermunculan. Pendidikan harus menyiapkan generasi yang adaptif, kreatif, kritis, dan mampu bekerja sama lintas disiplin ilmu.

Namun, sering kali kurikulum kita berubah setiap pergantian menteri. Akibatnya, sekolah, guru, dan siswa bingung beradaptasi.

Sebagai contoh, implementasi Kurikulum Merdeka memang membawa angin segar, namun di banyak sekolah pinggiran, guru masih kebingungan karena minimnya sosialisasi dan pelatihan. Akibatnya, ada jurang pemisah antara sekolah unggulan di kota dengan sekolah kecil di desa.

---

Teknologi sebagai Jembatan, Bukan Jurang

Era digital membawa peluang sekaligus tantangan. Internet bisa menjadi perpustakaan raksasa yang bisa diakses siapa pun, tetapi juga bisa menjadi jurang yang memperlebar kesenjangan.

Survei APJII 2023 menunjukkan tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 78,19%. Namun, angka ini tidak merata. Di Jakarta, akses internet mencapai lebih dari 90%, sementara di Papua Barat hanya sekitar 55%.

Contoh konkret datang dari Kabupaten Alor, NTT. Banyak sekolah di sana masih mengandalkan sinyal yang hanya muncul pada jam-jam tertentu. Guru harus naik bukit untuk mengirim laporan, sementara siswa kesulitan mengikuti pembelajaran daring.

Kondisi ini menunjukkan bahwa teknologi hanya bisa menjadi jembatan menuju pendidikan bermutu jika pemerintah serius membangun infrastruktur digital yang merata. Tanpa itu, teknologi justru memperlebar jurang ketidakadilan.

---

Kolaborasi: Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat

Pendidikan tidak bisa hanya dibebankan pada sekolah. Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak. Dukungan keluarga dalam menumbuhkan budaya membaca, membiasakan kejujuran, dan membangun karakter jauh lebih penting daripada sekadar nilai di rapor.

Selain itu, dunia industri, perguruan tinggi, dan masyarakat juga harus turut serta. Pendidikan bermutu adalah ekosistem, bukan sekadar ruang kelas. Dunia usaha bisa menyediakan beasiswa atau program magang. Perguruan tinggi bisa memperkuat riset, sementara masyarakat bisa menciptakan budaya literasi yang sehat.

Contoh baik datang dari Gerakan Papua Mengajar, di mana relawan muda mengajar anak-anak di pedalaman Papua. Kolaborasi semacam ini harus diperluas agar kesenjangan pendidikan bisa diperkecil.

---

Aspirasi Menuju Indonesia Emas 2045

Indonesia menargetkan menjadi negara maju pada 2045, tepat saat usia kemerdekaan mencapai 100 tahun. Untuk mencapainya, kunci utamanya adalah pendidikan bermutu. Tanpa generasi emas yang cerdas, berkarakter, dan inovatif, cita-cita besar itu hanya tinggal retorika.

Maka, aspirasi pendidikan bermutu untuk semua bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak. Mulai dari pemerataan akses, peningkatan mutu guru, kurikulum yang relevan, hingga pemanfaatan teknologi, semuanya harus berjalan seiring.

Seperti yang sering diingatkan Omjay:

> "Kalau kita ingin Indonesia maju, jangan pernah anggap pendidikan sebagai beban. Pendidikan adalah investasi terbesar bangsa. Dari ruang kelas sederhana bisa lahir pemimpin besar. Dari guru yang ikhlas bisa lahir generasi emas."

---

Penutup

Pendidikan bermutu untuk semua adalah janji kemerdekaan yang harus ditepati. Tidak boleh ada lagi anak yang tertinggal hanya karena lahir di tempat yang salah atau karena kondisi ekonomi keluarga. Setiap anak Indonesia berhak bermimpi dan diwujudkan melalui pendidikan.

Tugas kita bersama—pemerintah, guru, orang tua, masyarakat—adalah memastikan pendidikan benar-benar menjadi hak yang bermutu, setara, dan berkeadilan. Dengan begitu, cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan sekadar utopia, melainkan kenyataan yang bisa kita wujudkan bersama.

---

✍️ Ditulis oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay), Guru Blogger Indonesia

Salam blogger persahabatan 
Wijaya Kusumah - omjay 
Guru blogger Indonesia 
Blog https://wijayalabs.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.