Pejabat Ketangkap KPK Padahal Gajinya Sudah Besar: Belajar dari Kasus Wamenaker Immanuel Ebenezer dan Kadis PUPR Sumut
Kasus Immanuel Ebenezer: Dari Relawan ke Wamenaker, Berujung OTT KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu malam, 20 Agustus 2025.
KPK menduga Noel terlibat pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyatakan:
> “Dalam OTT tersebut, tim mengamankan sejumlah uang, 24 mobil, dan satu motor Ducati. Semua masih dalam proses penyidikan.”
Yang membuat publik semakin terkejut adalah fakta bahwa Noel sempat menyindir rendahnya gaji Wamen.
Ia pernah berkata:
> “Gaji gue cuma Rp 11 juta. Kalau mau ada tambahan ya pinter-pinter nyopet.”
(Liputan6)
Padahal, berdasarkan LHKPN yang dilaporkannya ke KPK, Noel memiliki harta sebesar Rp 17,62 miliar.
Rinciannya:
Tanah dan bangunan: Rp 12,15 miliar
Kendaraan (5 unit, termasuk mewah): Rp 3,34 miliar
Kas dan setara kas: Rp 2,03 miliar
Reaksi Publik dan Istana
Kasus ini memantik reaksi luas. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut kasus ini menjadi cermin bahwa gaji pejabat tertentu memang “rawan godaan.”
Namun, Istana menegaskan sikap tegas Presiden Prabowo Subianto.
Juru Bicara Kepresidenan mengatakan:
> “Presiden menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Beliau mengingatkan semua pejabat untuk menjaga integritas dan menghindari penyalahgunaan wewenang.”
(RM.id)
---
Kasus Topan Obaja Putra Ginting: Kadis PUPR Sumut dengan Harta Mencolok
Beberapa bulan sebelumnya, KPK juga melakukan OTT terhadap Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, pada 26 Juni 2025. Ia terjerat kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar.
Yang menjadi sorotan adalah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Topan.
Total harta: Rp 4,99 miliar
Tanah dan bangunan: Rp 2,065 miliar
Kendaraan: Rp 580 juta
Harta bergerak lainnya: Rp 86,6 juta
Kas: Rp 2,26 miliar
Utang: nihil
Namun, investigasi wartawan menemukan bahwa ia memiliki rumah mewah di perumahan elit Royal Sumatera, Medan, yang tidak tercatat dalam LHKPN. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada aset yang disembunyikan dari laporan resmi.
(SumutPos)
---
Analisis: Mengapa Masih Korupsi Padahal Sudah Kaya?
Kasus Noel dan Topan menunjukkan pola serupa:
1. Gaji besar atau harta banyak tidak menjamin pejabat bebas korupsi.
Akar masalah bukan semata ekonomi, tetapi mentalitas dan keserakahan.
2. Kesenjangan antara gaji resmi dan gaya hidup.
Banyak pejabat yang hidup glamor melebihi kapasitas gaji, sehingga mencari jalan pintas.
3. Celakanya, LHKPN masih bisa dimanipulasi.
Kasus Topan membuktikan adanya aset mewah yang tidak dilaporkan.
4. Korupsi = kejahatan moral, bukan sekadar ekonomi.
Orang yang sudah kaya tetap tergoda karena tidak pernah merasa cukup.
---
Jalan Keluar: Perang Melawan Budaya Korupsi
1. Audit menyeluruh terhadap LHKPN agar tidak sekadar formalitas.
2. Sanksi sosial dan hukum yang keras agar menimbulkan efek jera.
3. Pendidikan integritas sejak dini agar generasi muda tak menganggap korupsi sebagai hal lumrah.
4. Keteladanan pemimpin menjadi kunci agar pejabat di bawahnya tidak tergoda.
---
Penutup
Kasus Immanuel Ebenezer dan Topan Ginting adalah cermin keras bahwa korupsi di Indonesia bukan soal miskin atau kaya, tetapi soal rakus atau tidak rakus.
Selama ada pejabat yang merasa “tidak pernah cukup,” maka sebesar apa pun gajinya, sehebat apa pun fasilitasnya, korupsi tetap akan terjadi.
KPK bisa terus menangkap, tetapi yang lebih penting adalah membangun budaya antikorupsi—sebuah nilai yang harus tertanam kuat dalam diri setiap pejabat negara.
---
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.