Istriku, Perawat Setiaku yang Baik Hati
Ada satu anugerah besar dalam hidupku yang tak bisa dinilai dengan harta, jabatan, ataupun gelar: seorang istri yang setia, yang dengan tulus menjadi perawat dalam arti sesungguhnya—bukan hanya untuk tubuh yang sakit, tetapi juga untuk jiwa yang rapuh.
Ia bukan sekadar pasangan hidup. Ia adalah teman seperjalanan, sahabat dalam doa, sekaligus perawat setiaku yang baik hati.
---
Perawat Tanpa Seragam
Orang sering menganggap perawat adalah profesi yang hanya dijalani di rumah sakit atau klinik dengan seragam putih. Namun, aku belajar bahwa menjadi perawat sejati tidak harus ditandai oleh seragam. Di rumah kami, istriku adalah perawat dalam bentuk yang paling tulus.
Saat tubuhku lemah karena sakit, ia yang setia berjaga. Tak peduli malam telah larut, ia tetap terjaga di sampingku, memastikan aku merasa nyaman. Saat aku demam, ia mengompres keningku sambil sesekali menyentuh tanganku, seolah ingin memindahkan semangatnya kepadaku.
Bahkan ketika aku hanya lelah karena pekerjaan, ia paham bagaimana cara merawatku: dengan secangkir teh hangat, dengan kata-kata lembut, atau sekadar dengan pelukan yang membuatku merasa kembali kuat.
Anak-anak kami pun mengenal ibunya sebagai sosok yang tak pernah lelah. Ketika mereka sakit, ia menjadi dokter, perawat, sekaligus penghibur. Dengan kesabaran yang seolah tak ada habisnya, ia merawat mereka hingga kembali ceria.
---
Setia dalam Suka dan Duka
Perjalanan rumah tangga bukanlah jalan mulus yang selalu dihiasi bunga. Ada masa-masa sulit, ketika badai menerpa, ketika segala hal terasa berat. Aku pernah gagal, pernah jatuh, bahkan pernah merasa dunia menutup pintu.
Namun, di saat seperti itu, istriku tetap ada. Ia tidak meninggalkan, tidak menyalahkan, tidak pula mengeluh. Sebaliknya, ia merangkulku dengan doa dan kata-kata sederhana, “Kita bisa melewati ini bersama.”
Kalimat itu bukan sekadar kata-kata. Ia adalah doa yang menguatkan, obat yang menyembuhkan, sekaligus cahaya yang menerangi jalan. Kesetiaannya bukan hanya tentang tetap tinggal, tetapi tentang hadir sepenuh hati.
Aku sering merenung, apakah aku bisa setegar itu jika berada di posisinya? Mungkin tidak. Dan di situlah aku sadar, bahwa kesetiaan seorang istri adalah anugerah yang harus selalu kusyukuri.
---
Baik Hati yang Menyentuh Semua
Istriku bukan hanya baik hati untukku dan anak-anak, tetapi juga untuk siapa pun yang ia temui. Ada kelembutan dalam caranya berbicara, ada kehangatan dalam caranya membantu, dan ada ketulusan dalam caranya mendengarkan.
Aku sering melihatnya memberikan perhatian kecil pada orang lain—entah tetangga yang sedang kesusahan, teman yang sedang curhat, atau bahkan orang asing yang kebetulan ia jumpai. Ia selalu punya cara untuk membuat orang lain merasa dihargai dan didengarkan.
Hati yang baik itu menular. Dari caranya bersikap, aku belajar untuk lebih sabar. Dari caranya berbagi, aku belajar untuk lebih ikhlas. Dari caranya merawat, aku belajar arti cinta yang sesungguhnya.
---
Pahlawan Tanpa Medali
Kita hidup di zaman ketika penghargaan sering diukur dengan sertifikat, medali, atau piagam. Namun, bagiku, istriku adalah pahlawan yang tak perlu semua itu. Ia tidak pernah berdiri di atas panggung untuk menerima penghargaan, tapi setiap hari ia memberi bukti nyata pengabdian yang lebih mulia.
Ia pahlawan di balik layar, yang mengurus banyak hal tanpa pamrih. Ia pahlawan keluarga, yang menjaga agar rumah tetap hangat meski badai dunia menerpa. Ia pahlawan hati, yang dengan cintanya membuatku mampu berdiri tegak lagi setelah jatuh.
---
Doa untuk Perawat Setiaku
Hari ini, lewat tulisan sederhana ini, aku ingin menyampaikan doa yang mungkin jarang kuucapkan dengan lantang, tapi selalu kusimpan dalam hati:
Ya Tuhan, jagalah istriku. Beri ia kesehatan, berilah ia kekuatan, dan balaslah setiap kebaikan yang ia berikan dengan berlipat ganda. Jika aku sering lalai menghargainya, mohon ampuni aku. Karena sesungguhnya, ia adalah hadiah terindah dalam hidupku.
Aku tahu, aku tidak bisa membalas semua kebaikan dan kesetiaannya. Tapi aku berjanji untuk terus belajar menjadi suami yang lebih baik, yang mampu membuatnya tersenyum, sebagaimana ia selalu membuatku merasa kuat.
---
Penutup
Istriku, perawat setiaku yang baik hati. Terima kasih telah menjadi rumah yang menenangkan, pelabuhan yang aman, dan cahaya yang tak pernah padam.
Kelak, saat usia menua dan rambut memutih, aku ingin tetap menggenggam tanganmu. Meski tubuh mungkin rapuh, aku berharap hati kita tetap erat. Dan di hari-hari terakhir nanti, aku ingin masih bisa berbisik:
"Terima kasih telah merawatku dengan cinta. Terima kasih telah menjadi perawat setiaku yang baik hati."
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.