Kereta Cepat Melaju, Sertifikasi Guru Masih Tertahan
Di berbagai pemberitaan, kita mendengar dengan bangga bahwa Indonesia berhasil membangun kereta cepat pertama di Asia Tenggara. Infrastruktur megah, jalan tol baru, jembatan kokoh, dan proyek-proyek besar lainnya terus dikebut. Negara tampak sibuk dengan beton, baja, dan angka-angka utang yang menumpuk.
Namun, di balik megahnya infrastruktur itu, ada guru-guru yang masih menunggu haknya: sertifikasi yang tak kunjung cair.
Kisah dari Lapangan
Seorang guru bernama Aisyah menceritakan pengalamannya. Sertifikasi yang seharusnya menjadi tambahan kesejahteraan, justru menjadi masalah. Ia diminta bolak-balik tanda tangan di bank, uang terlihat sekilas, lalu lenyap entah kemana. Pernah cair, kadang macet, dan kini sudah 8 bulan lebih tak diterima.
Alasan dari pihak bank dan dinas berbeda-beda. Ada yang menyebut SK Sertifikasi belum keluar, ada yang mengatakan datanya bermasalah. Lebih rumit lagi, ada isu bahwa sebagian dana sertifikasi ikut dialokasikan untuk menutup hutang negara. Entah benar atau tidak, yang jelas bagi para guru, hak yang ditunggu tidak sampai ke tangan.
Hutang Negara Menggunung
Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa utang Indonesia per Juni 2025 telah menembus Rp7.944 triliun. Angka yang fantastis. Sebagian besar digunakan untuk pembangunan infrastruktur, membayar bunga, dan menutup defisit anggaran.
Pertanyaannya sederhana:
Jika infrastruktur bisa berjalan cepat, mengapa hak guru berjalan lambat?
Apakah negara lebih peduli pada jalur kereta baja dibanding jalur masa depan pendidikan bangsa?
Guru: Bukan Beban, Tapi Penopang
Guru sering dianggap beban APBN. Padahal, tanpa guru, tak akan ada insinyur yang bisa membangun jembatan, tak akan ada ekonom yang menghitung utang negara, dan tak akan ada presiden yang bisa berpidato dengan lantang.
Guru adalah penopang. Mereka bukan beban. Ketika sertifikasi guru tertunda, itu sama saja dengan mengerdilkan martabat pendidik yang seharusnya dihormati.
Infrastruktur vs Kesejahteraan
Kita tidak anti pembangunan. Jalan tol, kereta cepat, dan bandara memang dibutuhkan. Tetapi, apakah adil jika pembangunan fisik dipercepat, sementara pembangunan manusia justru diperlambat?
Apa gunanya kereta cepat yang bisa melaju 350 km/jam, kalau di sekolah masih ada guru yang menunggu delapan bulan untuk haknya? Apa gunanya gedung pencakar langit menjulang, kalau di kelas ada guru yang masih dihantui hutang karena sertifikasinya macet?
Harapan untuk Pemerintah
Kami berharap pemerintah tidak menutup mata. Jangan sampai guru hanya disebut “pahlawan tanpa tanda jasa” ketika upacara, tapi dilupakan dalam kebijakan nyata. Jangan sampai kesejahteraan guru dikorbankan hanya karena negara sibuk mengejar proyek besar.
Pendidikan adalah fondasi bangsa. Infrastruktur bisa hancur oleh waktu, tapi ilmu pengetahuan yang ditanam guru akan bertahan lintas generasi.
Penutup
Kereta cepat boleh melaju. Jalan tol boleh panjang. Proyek mercusuar boleh dipamerkan. Tapi jangan biarkan hak guru tertahan. Karena tanpa guru, tak ada bangsa yang bisa maju.
---
✍️ Ditulis oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)
Guru Blogger Indonesia dan Sekjen Ikatan guru informatika PGRI.
---
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.