Beban Negara Itu Koruptor, Bukan Guru!
Paragraf Pembuka
“Beban negara itu koruptor, bukan guru!” Kalimat ini pantas kita lontarkan ketika mendengar pernyataan viral yang menyebut guru sebagai beban fiskal. Bagaimana mungkin orang yang setiap hari mendidik anak-anak bangsa, mengajar dengan gaji pas-pasan, bahkan rela berkorban di pelosok tanpa listrik dan jalan layak, masih tega disebut beban? Justru tanpa guru, pejabat tak akan pernah lahir. Tanpa guru, bangsa ini akan gelap.
---
Viral di TikTok: Guru Disebut Beban Negara
Beberapa hari terakhir, jagat maya dihebohkan dengan potongan video pidato Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati. Dalam forum ilmiah di ITB, ia menyinggung soal gaji guru dan dosen sebagai tantangan fiskal. Ucapan beliau yang mempertanyakan apakah semua harus ditanggung negara atau ada partisipasi masyarakat, dipotong menjadi narasi bahwa “guru adalah beban negara.”
Meski konteks pidato berbeda, potongan kalimat itu kadung viral dan melukai perasaan banyak guru. Warganet ramai-ramai mengkritik. Bahkan, muncul meme di TikTok dan Instagram yang menohok: “Kalau guru beban negara, lalu pejabat beban siapa?”
---
Sikap PGRI: Pernyataan Itu Menyakitkan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) cepat merespons. Ketua Badan Khusus Komunikasi dan Digitalisasi PGRI, Wijaya, menyatakan bahwa ucapan Menkeu berlebihan dan menyakitkan.
> “Guru bukan beban negara. Justru mereka pengabdi sejati dan pencetak generasi penerus bangsa,” tegasnya.
PGRI meminta pemerintah berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Guru selama ini sudah membuktikan diri sebagai pilar pendidikan. Menyebut mereka beban sama saja merendahkan martabat profesi.
---
Data Nyata: Kontribusi Guru
Agar diskusi tidak sekadar emosional, mari kita lihat data.
1. Jumlah Guru Honorer
Tahun 2022, jumlah guru honorer mencapai 704.503 orang, belum termasuk GTT di kabupaten/kota (141.724) dan provinsi (13.328).
Pemerintah memang telah mengangkat hampir 775 ribu guru menjadi ASN PPPK, namun masih banyak guru honorer yang menunggu kepastian status.
2. Jabatan Strategis
Guru mendominasi formasi ASN PPPK nasional, yakni sekitar 770 ribu orang.
Ini menunjukkan betapa vitalnya guru bagi sistem pendidikan nasional.
3. Kisah Pengabdian di Lapangan
Di Sigi, Sulawesi Tengah, guru SMPN 16 rela mendaki bukit tiga kali seminggu karena minimnya akses internet.
Di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, guru honorer Rudi Hartono setiap hari menyeberangi sungai dengan rakit bambu, bahkan menggendong murid agar selamat ke sekolah.
Di Lebak, Banten, guru Jubaedah selama 30 tahun berjalan melewati hutan dan jurang demi memastikan anak-anak tetap bisa belajar.
Jika guru seperti ini disebut beban, lalu apa arti pengorbanan mereka?
---
Opini Publik: Guru adalah Pondasi Bangsa
Reaksi publik pun keras. Banyak komentar pedas muncul di TikTok dan media sosial:
“Kalau tanpa guru, pejabat pun nggak akan bisa jadi apa-apa.”
“Kalau guru dianggap beban, berarti murid hasil didikannya juga beban dong?”
“Gaji pejabat jauh lebih besar, kenapa nggak pernah disebut beban negara?”
Opini publik ini menunjukkan kesadaran kolektif: guru bukan beban, melainkan pondasi bangsa.
---
Belajar dari Negara Lain
Mari kita bandingkan dengan kebijakan negara lain:
1. Finlandia
Guru direkrut dengan seleksi ketat.
Diberi gaji layak, status sosial tinggi, dan kepercayaan penuh.
Hasilnya, sistem pendidikan mereka jadi rujukan dunia.
2. Jepang
Ada pepatah: “Guru lebih mulia dari Kaisar.”
Guru dilatih serius, bahkan setelah bencana, yang pertama dicari murid adalah guru mereka.
3. Singapura
Guru mendapat gaji tinggi, kesempatan riset, dan fasilitas pengembangan diri.
Pemerintah memandang guru sebagai investasi jangka panjang, bukan pengeluaran.
Indonesia? Sayangnya, guru masih sering dipandang dari kacamata fiskal, bukan sebagai aset strategis.
---
Komentar Omjay: Guru Harus Dihargai
Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd, atau yang akrab disapa Omjay, ikut memberikan komentar. Sebagai Guru Blogger Indonesia dan pengurus PGRI, ia melihat langsung perjuangan guru di lapangan.
> “Saya pribadi merasa prihatin dengan narasi ini. Guru itu bukan beban negara, melainkan pengabdi yang bekerja dengan hati. Kalau tanpa guru, siapa yang melahirkan dokter, insinyur, menteri, bahkan presiden? Justru guru adalah cahaya yang menerangi jalan anak-anak bangsa,” ujar Omjay.
Ia menambahkan, banyak guru honorer tetap mengajar dengan penuh semangat meski gaji hanya Rp500 ribu per bulan.
> “Apakah itu pantas disebut beban? Justru mereka adalah pahlawan sejati,” tegasnya.
---
Siapa Sebenarnya Beban Negara?
PGRI mengingatkan, yang pantas disebut beban negara bukanlah guru, melainkan:
Koruptor yang menggerogoti APBN.
Pejabat yang menyalahgunakan wewenang.
Birokrat yang menghambat distribusi anggaran pendidikan.
Guru justru penopang peradaban yang menjaga keberlangsungan bangsa.
---
Paragraf Penutup Versi Provokatif
Guru bukanlah beban, melainkan investasi emas bangsa ini. Mereka adalah pelita di tengah kegelapan, cahaya yang menuntun anak-anak Indonesia menuju masa depan. Jika negara tega menyebut guru beban, maka sesungguhnya negara sedang menutup mata terhadap masa depannya sendiri.
Ingatlah, beban negara itu koruptor, dan bukan guru indonesia. Setuju???
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar pada blog ini, dan mohon untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.