Perjuangan PGRI Sampai ke Kancah Internasional: Mengurangi Beban Kerja Guru dan Meningkatkan Kesejahteraan
Oleh: Dr. Wijaya Kusumah , M.Pd Sekjen Ikatan Guru Informatika PGRI.
Perjalanan panjang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak pernah lepas dari denyut nadi perjuangan para pendidik di tanah air. Sejak awal berdirinya pada 25 November 1945, PGRI telah mengemban amanah untuk memperjuangkan hak-hak guru, meningkatkan mutu pendidikan, sekaligus mengokohkan martabat profesi pendidik di mata bangsa.
Kini, setelah hampir delapan dekade berkiprah, langkah PGRI semakin menjejak di panggung dunia. Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd ketua umum PB PGRI diundang untuk bicara mengenai kesejahteraan dan perlindungan guru.
Salah satu bukti nyata pengakuan internasional atas kiprah PGRI terlihat dengan ditunjuknya Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, Ketua Umum PB PGRI, sebagai pembicara di forum internasional World Teachers’ Summit UNESCO di Santiago, Chili pada 29 Agustus 2025.
Kehadiran beliau di kancah global bukan hanya membawa nama pribadi, tetapi juga mewakili suara jutaan guru Indonesia yang setiap hari berjuang di ruang-ruang kelas dengan penuh dedikasi.
Beban Kerja Guru: Antara Tugas Mulia dan Administrasi yang Menjerat
Selama ini, guru dikenal sebagai sosok yang bekerja dengan hati. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik, membimbing, dan membentuk karakter generasi bangsa. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan beban kerja guru semakin berat.
Selain mengajar, guru sering disibukkan dengan berbagai urusan administratif: laporan, asesmen, pengisian aplikasi, hingga tuntutan-tuntutan birokrasi yang kadang jauh dari esensi pembelajaran. Hal ini membuat waktu guru untuk berinteraksi dengan murid kian tergerus.
PGRI hadir sebagai garda terdepan yang menyuarakan perlunya pengurangan beban kerja administratif. Guru harus dikembalikan pada tugas utama mereka, yakni mendidik dengan sepenuh hati. Administrasi memang penting, tetapi jangan sampai membuat guru kehilangan energi terbaiknya untuk anak didik.
Kesejahteraan Guru: Pilar Kemajuan Pendidikan
Selain beban kerja, isu kesejahteraan juga menjadi agenda utama perjuangan PGRI. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak guru di Indonesia, terutama guru honorer, yang menerima gaji jauh dari kata layak. Padahal mereka memikul tanggung jawab besar dalam mencerdaskan anak bangsa.
PGRI berulang kali memperjuangkan agar kesejahteraan guru menjadi prioritas dalam kebijakan pendidikan nasional. Melalui dialog, advokasi, dan lobi politik, PGRI mendorong pemerintah agar memperhatikan tunjangan, gaji, dan jaminan sosial bagi para pendidik. Kesejahteraan yang meningkat bukan hanya soal angka, tetapi juga soal penghargaan terhadap profesi guru sebagai pekerjaan yang mulia.
“Ketika guru sejahtera, maka pendidikan akan bermartabat,” demikian sering ditegaskan Prof. Unifah Rosyidi dalam berbagai kesempatan.
Dari Nasional Menuju Internasional: Suara Guru Indonesia di Panggung Dunia
Ditunjuknya Prof. Unifah sebagai pembicara internasional di Chili adalah capaian yang membanggakan. Forum ini mempertemukan para pemimpin pendidikan, pakar, dan perwakilan guru dari seluruh dunia. Indonesia, melalui PGRI, hadir untuk menyampaikan pengalaman dan perjuangan nyata di lapangan: bagaimana guru menghadapi beban kerja, bagaimana kesejahteraan terus diperjuangkan, dan bagaimana guru tetap teguh mengajar meski dalam keterbatasan.
Prof. Unifah tidak hanya membawa aspirasi, tetapi juga gagasan inovatif bahwa pendidikan berkualitas hanya bisa dicapai jika guru diberdayakan, didukung, dan diberi ruang untuk berkembang. Kehadiran beliau menjadi bukti bahwa suara guru Indonesia kini tidak lagi terbatas pada lingkup nasional, melainkan turut berkontribusi dalam percakapan global.
Suara Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd: Guru Adalah Fondasi Peradaban
Sebagai Ketua Umum PB PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd adalah sosok yang dikenal teguh memperjuangkan hak guru di Indonesia. Dalam berbagai forum nasional maupun internasional, beliau senantiasa menekankan bahwa guru bukan sekadar pekerja pendidikan, melainkan fondasi peradaban bangsa.
“Kalau guru diberdayakan dan dihormati, maka seluruh bangsa akan terangkat martabatnya,” ujar Prof. Unifah dalam satu kesempatan. Kalimat itu bukan hanya sekadar semboyan, tetapi telah beliau wujudkan dalam langkah nyata melalui advokasi, dialog, dan kerja sama dengan pemerintah maupun lembaga internasional.
Mengurangi Beban Administratif Guru
Salah satu isu yang paling sering beliau soroti adalah beratnya beban administratif guru. Menurutnya, terlalu banyak energi guru tersita untuk urusan administrasi dibandingkan esensi mengajar. Guru seharusnya lebih banyak berinteraksi dengan peserta didik, bukan berhadapan dengan tumpukan laporan.
“Guru harus kembali ke tugas utamanya, yakni mendidik, membimbing, dan menginspirasi. Administrasi itu penting, tetapi jangan sampai membelenggu kreativitas guru,” tegasnya. Karena itu, PGRI di bawah kepemimpinannya terus mendorong adanya kebijakan yang memangkas birokrasi yang tidak relevan dengan proses belajar mengajar.
Kesejahteraan sebagai Pilar Mutu Pendidikan
Selain soal beban kerja, Prof. Unifah juga konsisten memperjuangkan kesejahteraan guru. Baginya, kesejahteraan bukan hanya persoalan ekonomi, melainkan persoalan penghormatan terhadap profesi guru.
“Tidak mungkin kita bicara pendidikan bermutu kalau gurunya masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya,” ujarnya dengan penuh keyakinan. Oleh sebab itu, PGRI tak henti-hentinya mengawal isu pengangkatan guru honorer, peningkatan gaji, serta penyediaan jaminan sosial dan pensiun yang layak.
Beliau percaya, ketika kesejahteraan guru meningkat, maka motivasi dan profesionalisme juga akan ikut tumbuh. Hasil akhirnya adalah pendidikan yang lebih berkualitas dan murid-murid yang lebih terlayani dengan baik.
Kiprah Internasional: Membawa Suara Guru Indonesia
Ditunjuknya Prof. Unifah sebagai pembicara di World Teachers’ Summit UNESCO di Santiago, Chili, menjadi momentum bersejarah. Dalam forum itu, beliau tidak hanya memaparkan tantangan yang dihadapi guru Indonesia, tetapi juga menawarkan solusi berbasis pengalaman nyata di lapangan.
“Kami di Indonesia belajar bahwa guru yang sejahtera akan lebih fokus mengajar, guru yang bebas dari beban administratif akan lebih kreatif, dan guru yang dihormati akan lebih percaya diri menghadapi dunia,” ucapnya di hadapan forum internasional.
Pesan itu menjadi cermin perjuangan PGRI yang telah berlangsung puluhan tahun. Kehadiran Prof. Unifah di forum internasional sekaligus menunjukkan bahwa isu-isu guru Indonesia sejatinya juga menjadi isu global. Hampir di semua negara, guru menghadapi tantangan serupa: kesejahteraan, beban kerja, dan penghargaan profesi.
Optimisme untuk Masa Depan
Meski tantangan masih banyak, Prof. Unifah selalu menekankan pentingnya optimisme. Guru tidak boleh menyerah pada keadaan. Dengan solidaritas, kebersamaan, dan semangat perjuangan, ia percaya nasib guru Indonesia akan semakin baik ke depan.
“Perjuangan ini belum selesai. Tetapi kita tidak boleh lelah. Selama kita berjuang bersama, suara kita akan terdengar, dan perubahan pasti akan datang,” tuturnya penuh harapan.
Bagi beliau, PGRI bukan hanya organisasi profesi, tetapi rumah besar tempat semua guru bersatu. Di rumah besar itulah, perjuangan untuk mengurangi beban kerja dan meningkatkan kesejahteraan terus digelorakan, bukan hanya untuk guru di Indonesia, tetapi juga untuk guru di seluruh dunia.
Harapan untuk Masa Depan Guru Indonesia
Perjuangan PGRI belum selesai. Masih banyak PR besar yang harus dituntaskan, mulai dari pemerataan kesejahteraan, pengurangan beban administratif, hingga peningkatan kompetensi guru di era digital. Namun langkah menuju kancah internasional adalah momentum penting yang memberi harapan baru.
Ketika dunia mendengar suara PGRI di Chili, itu berarti perjuangan guru Indonesia diakui dan dihargai. Itu berarti dunia percaya bahwa guru Indonesia punya kontribusi besar bagi peradaban global.
Penutup
Perjuangan guru bukan sekadar cerita tentang ruang kelas, papan tulis, dan kapur putih. Ini adalah kisah panjang tentang dedikasi, pengorbanan, dan cinta tanpa batas pada generasi penerus bangsa.
PGRI, dengan segala keterbatasannya, terus melangkah memperjuangkan nasib guru. Kini, dengan tampilnya Prof. Dr. Unifah Rosyidi di forum internasional, kita patut berbangga: suara guru Indonesia tidak lagi bergema di tanah air semata, melainkan juga menggema di dunia.
Karena sejatinya, ketika guru dihargai, bangsa pun akan bermartabat. Hidup guru. Hidup PGRI. Solidaritas yes!
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Keren pgri
BalasHapus